Kamis, 17 Mei 2012

UPAYA MENINGKATKAN KOMITMEN MDG 2015 DI MYANMAR
(STUDI KASUS: RASIO JUMLAH ANAK PEREMPUAN DALAM MENEMPUAN PENDIDIKAN DASAR & PROPORSI JUMLAH KELAHIRAN ANAK DAN KESEHATAN IBU )

A.     Latar Belakang
Ketimpangan gender di bidang pendidikan dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan (kondisi normatif) dengan kondisi gender sebagaimana adanya (kondisi objektif) di bidang pendidikan. [1] Ketimpangan gender disebut juga permasalahan gender atau isu gender. Lebih lanjut kondisi normatif contohnya, kesempatan mengikuti pendidikan formal bagi laki-laki (pria) dan perempuan (wanita) sama. Sedangkan kondisi objektif contohnya, semakin tinggi jenjang pendidikan (SLTP ke atas), jumlah perempuan yang mengikuti pendidikan formal lebih sedikit daripada laki-laki. 
Pendidikan adalah proses penerusan nilai oleh pendidik (guru atau dosen) kepada anak didik (siswa atau mahasiswa). Dalam kaitannya dengan pendidikan, dapat dibedakan sebagai berikut. (1) Pendidikan formal, yakni pendidikan melalui bangku sekolah, direncanakan, sangat dilembagakan dan bertata tingkat, seperti TK, SD dan seterusnya sampai perguruan tinggi.  (2) Pendidikan non formal, yakni pendidikan di luar bangku sekolah, tetapi direncanakan, seperti penyuluhan, kursus-kursus, penataran dan lainnya. (3) Pendidikan informal, yakni pendidikan  di luar bangku sekolah yang tidak direncanakan, tetapi berlangsung seumur hidup, seperti membaca surat kabar dan media cetak lainnya, mengikuti teladan dari orang tua, mengikuti perilaku dari sahabat atau kerabat, dan lain-lainnya.
Ketimpangan gender dalam hal pendidikan tersebut,telah dirasakan oleh negara yang puluhan tahun dipimpin oleh pemerintahan junta militer, yaitu Myanmar. Myanmar merupakan negara termiskin di Asia Tenggara, namun meskipun negara termiskin Myanmar merupakan negara yang paling kuat dalam kekuasaan junta militernya. Hal tersebut yang mengakibatkan banyaknya rakyat Myanmar yang menderita akibat kekuasaan junta militer. Salah satunya di sektor pendidikan yang banyak mengalami diskriminasi dalam hal menempuh jenjang pendidikan ini.
Dalam upaya mengurangi ketimpangan gender ini, UNDP Myanmar pada akhirnya melakukan sebuah program baru mengenai ketimpangan gender tersebut. Tujuan dari program Myanmar adalah untuk meningkatkan UNCT Gender Theme Group yang diketuai oleh UNDP untuk lebih mempromosikan kesetaraan gender secara efektif di Myanmar. Namun pada tanggal 2-3 Mei 2008, terjadi bencana Topan Nargis melanda Myanmar. Daerah yang secara signifikan tercakup dalam program IPM UNDP. Oleh karena itu, ruang gerak pada proyek ini dimodifikasi untuk lebih fokus pada realitas yang  baru dari program IPM Myanmar. Secara efektif program ini menekankan peningkatan kesetaraan gender di daerah pedesaan, untuk pengarustamaan gender dalam merespon keadaan yang darurat dan persiapan sejak dini.[2] Namun berdasarkan dengan program yang telah disusun oleh IPM UNDP tersebut, tidak sebanding dengan data laporan MDG yang menjadi trend tahun 2005-2010. Data MDG tersebut telah memperbaiki kondisi kehidupan pembangunan nasional yang ada di Myanmar. Bahkan terdapat beberapa indikator yang menunjukan arah perubahan yang signifikan, namun ada juga indikator yang malah berbanding terbalik dengan program MDG selama ini.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan menjelaskan lebih jauh terkait dengan upaya UNDP Myanmar selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Apakah terdapat perubahan yang signifikan dilihat dari sudut pandang status dan wilayah di Myanmar?, Dalam makalah ini, penulis tidak hanya menjelaskan data MDG yang didapatkan terkait dengan kesetaraan gender, namun juga terdapat indikator-indikator lain yang akan menjadi topik pembahasan dalam makalah ini. Maka dari itu melalui makalah ini ada beberapa hal yang menjadi fokus pembahasan, diantaranya;
1.      Menganalisis Rasio Jumlah Anak Perempuan Dalam Menempuh Pendidikan Dasar di Myanmar
2.      Menganalisis Proporsi Setiap Anak yang Mendapatkan Imunisasi di Myanmar
3.      Menganalisis Proporsi Setiap Kelahiran Ibu yang di Tangani Oleh Tenaga Terlatih (Medis) di Myanmar.
4.      Langkah-Langkah Untuk Meningkatkan Komitmen MDG Tahun 2015 Mendatang.

B.     Pembahasan
1.      Menganalisis Rasio Jumlah Anak Perempuan Dalam Menempuh Pendidikan Dasar di Myanmar
Pada dasarnya rasio65t ratios of girls to boys in primary education are found in Kayah (80.2%) ,Sagaing (82.3%), Mon (86%) and Bago (86.6%). the jumlah anak perempuan ditingkat pendidikan dasar, atau biasa disebut Indeks Paritas Gender, merupakan rasio jumlah siswa perempuan yang terdaftar terhadap jumlah siswa laki-laki di sekolah dasar. Sedangkkan indikator merupakan sebuah ukuran dari aksesibilitas pendidikan untuk seorang anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Secara keseluruhan menurut laporan Data MDG di Myanmar, rasio jumlah anak perempuan dalam menempuh pendidikan dasar tersebut menunjukan penurunan dari 96,1% menjadi 92,6% antara 2005 dan 2010, dimana perubahan tersebut secara statistik tidak begitu signifikan. Hal ini masih dipengaruhi oleh data yang menunjukan lebih tinggi presentase anak perempuan miskin 96,7%, di bandingkan anak-anak yang tidak miskin yaitu sekitar 91%. Begitu juga dengan ukuran yang lebih tinggi di pedesaan sekitar 93,3% sedangkan perkotaan 89,9%.  Jadi jika ditotalkan,perbandingan presentasi jumlah anak perempuan dalam menempuh pendidikan dilihat dari status kemiskinan dan strata mengalami penurunan dari tahun 2005-2010 sekitar 3.6%.[3] Begitupun dengan rasio tingkat paling terendah anak perempuan dalam pendidikan dasar di beberapa wilayah Myanmar seperti di Kayah (80.2%), Sagaing (82.3%), Mon (86%),dan Bago (86.6%). Kecenderungan penurunan ini ditemukan di kebanyakan wilayah Myanmar, meskipun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Tabel di bawah ini, merupakan data yang menunjukan perubahan data laporan yang didapatkan MDG di Myanmar.
Tabel.1.1 Indeks Paritas Gender dilihat dari masing-masing status dan strata (%) 2005-2010
Years
2010
Total
Poverty status
strata
poor
non poor
urban
rural
2010
96.7
91
89.8
93.3
92.6
2005
100.5
93.7
87.8
98
96.1
Change
-3.8
-2.9
2.3
-4.9
-3.6
Source : IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
Tabel 2. Indeks Paritas Gender di Tiap Wilayah Myanmar Tahun 2005-2010
State and Region in Myanmar
2010
Total
Total 2005
% Change 2005-2010
Poverty status
strata
poor
non poor
urban
rural
Kachin 

68.8
105.9
95.7
91.6
92.5
96.1
-3.7
Kayah

127.0
75.0
112.9
70.7
80.2
96.3
-16.7
Kayin

70.5
96.6
81.4
94.1
92.8
98.9
-6.2
Chin

90.3
98.9
125.8
87.5
92.5
92.9
-0.4
Sagaing

85.9
81.5
81.3
82.5
82.3
97.6
-15.6
Tanintharyi

75.5
95.8
86.0
88.8
88.3
108.9
-19.0
Bago

89.9
85.8
84.2
86.9
86.6
89.4
-3.1
  -Bago (E)

92.0
91.8
73.5
94.3
91.8
83.9
9.4
  -Bago (W)

86.6
77.6
107.9
76.9
79.3
99.1
-20.0
Magwe

128.7
92.5
85.8
102.7
101.6
120.2
-15.5
Mandalay

90.8
97.5
104.6
93.0
95.6
88.3
8.2
Mon

108.8
82.8
47.9
94.8
86.0
91.7
-6.2
Rakhine

98.5
91.2
112.7
96.2
98.3
91.0
8.0
Yangon

126.9
85.4
93.9
87.4
91.9
92.4
-0.5
Shan

85.2
91.2
69.8
93.5
89.1
93.1
-4.3
-Shan (s)

68.4
85.2
58.8
83.7
79.8
88.6
-9.9
-Shan (N)

104.7
98.4
70.5
110.0
100.7
98.3
2.4
-Shan (E)

94.5
100.4
121.6
93.0
98.0
97.3
0.7
Ayeyarwaddy

104.8
94.3
82.5
100.0
98.0
100.2
-2.2
UNION

96.7
91.0
89.8
93.3
92.6
96.1
-3.6
Source : IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010
2.      Proporsi Anak 1 tahun yang Mendapatkan Imunisasi Terhadap Penyakit Campak di Myanmar
Proporsi anak 1 tahun yang mendapatkan imunisasi campak merupakan salah satu indikator cakupan imunisasi dalam rangka mengurangi angka kematian anak. Secara keseluruhan, cakupan imunisasi di Myanmar ini telah mengalami peningkatan dari angka 80,3% tahun 2005 menjadi 82,3% tahun 2010. Perubahan data statistik tersebut tidak terlalu signifikan. Hal tersebut masih terlihat bahwa cakupan imunisasi yang dilihat dari status miskin turun dari 78.4% menjadi 75.5% ,sedangkan cakupan imunisasi orang yang tidak miskin meningkat dari 81.4% menjadi 85.6%.  Itu artinya, akses dalam mendapatkan imuniasi orang yang tidak miskin lebih besar dibandingkan dengan orang msikin. Begitu pun dengan perbedaan wilayah, seperti wilayah pedesaan dalam mendapatkan imunisasi mengalami penurunan, sedangkan akses imunisasi bagi wilayah perkotaan mengalami peningkatan. Jadi mayoritas kenaikan data tersebut dialami oleh masyarakat yang tidak miskin dan masyarakat yang berada dalam strata perkotaan. Disamping itu, terdapat proporsi dengan nilai terendah ditemukan di Myanmar seperti wilayah Chin (58.5%), Bago (64.6%), Kachin (65%), dan Rakhine (68.2%).
Tabel 3: Proporsi Anak 1 Tahun yang Mendapatkan Imunisasi Terhadap Penyakit Campak dihihat dari masing-masing Status dan Strata (%) Tahun 2005-2010
Years
2010
Total
Poverty status
strata
poor
non poor
urban
rural
2010
75.5
85.6
91.5
79.6
82.3
2005
78.4
81.4
79.7
80.4
80.3
Change
-3.7
5.2
14.8
-1.1
2.4
Source : IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
Tabel 4: Proporsi Anak 1 Tahun yang Mendapatkan Imunisasi Terhadap Penyakit Campak diLihat Dari Masing-Masing Wilayah di Myanmar 2005-2010
State and Region in Myanmar
2010
Total
Total 2005
% Change 2005-2010
Poverty status
strata
poor
non poor
urban
rural
Kachin 

66.4
64.0
70.4
65.0
65.0
79.8
-18.5
Kayah

65.7
100.0
100.0
93.1
93.6
89.6
4.5
Kayin

100.0
82.0
95.7
86.2
87.0
76.6
13.5
Chin

57.3
60.3
19.7
83.8
58.5
62.9
-7.0
Sagaing

89.5
86.5
83.6
87.6
87.1
78.8
10.5
Tanintharyi

94.9
89.7
79.0
95.0
92.0
75.2
22.4
Bago

56.7
67.4
96.2
61.6
64.6
80.9
-20.1
Bago (E)

64.0
78.7
100.0
72.2
74.5
87.4
-14.7
Bago (W)

39.1
51.2
91.3
44.2
48.8
69.0
-29.3
Magwe

83.8
79.6
100.0
79.4
81.2
87.5
-7.2
Mandalay

77.9
91.4
89.6
84.9
86.5
89.6
-3.4
Mon

65.7
97.8
100.0
91.7
92.8
79.5
16.7
Rakhine

61.1
78.1
76.3
67.3
68.2
66.8
2.1
Yangon

74.0
96.3
97.6
72.2
91.8
80.0
14.8
Shan

50.5
78.9
90.1
65.5
70.0
82.0
-14.6
Shan (s)

33.6
75.3
85.9
53.8
60.3
96.1
-37.2
Shan (N)

69.1
82.0
94.1
75.7
79.4
59.9
32.6
Shan (E)

69.0
78.7
100.0
72.3
73.6
84.6
-13.0
Ayeyarwaddy

87.7
91.2
94.1
89.1
89.9
78.4
14.7
UNION

75.5
85.6
91.5
79.6
82.3
80.3
2.4
Source : IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
3.      Proporsi angka kelahiran yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang terlatih di Myanmar
Jumlah perempuan usia 15-49 dengan angka kelahiran yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang terlatih (dokter, perawat, dan bidan) adalah sebuah pengukuran dari  kemampuan sistem pelayanan kesehatan untuk menyediakan perawatan yang memadai bagi perempuan hamil. Hal ini dinyatakan pada presentase wanita usia 15-49 tahun dengan kelahiran hidup pada periode yang sama. Berdasarkan laporan yang diperoleh dari MDG di Myanmar, Secara keseluruhan, indikator meningkat dari 72.5% menjadi 77.9% antara 2005 dan 2010, dimana perubahan yang cukup signifikan secara statistik. Tingkat yang lebih rendah bagi masyarakat miskin (69.3%) dibandingkan masyarakat tidak miskin (81.4%). Meskipun pada dasarnya  mengalami perubahan kenaikan antara 2005 dan 2010 sedikit lebih tinggi untuk orang miskin (7.2%) dibandingkan orang yang tidak miskin sebesar (5.9%). Langkah ini jauh lebih rendah di pedesaan (74.2%) dibandingkan di perkotaan (92.6%), namun perubahan telah meningkat lebih cepat di pedesaan (9.3%) dibandingkan perkotaan (4.5%). Jadi jika dianalisis lebih dalam, penulis menyimpulkan bahwa tingkat angka kelahiran dalam mendapatkan akses terhadap pelayanan tenaga terlatih telah meningkat dari tahun 2005-2010 di Myanmar, salah satunya telah dirasakan oleh masyarakat miskin dan juga berada pada lingkup pedesaan. Hal ini merupakan sebuah prestasi bagi upaya MDG dalam mempromosikan kelahiran ibu di Myanmar.
Tabel 4: Proporsi Angka Kelahiran dilihat dari Masing-Masing Status dan Strata Tahun (%) 2005-2010
Years
2010
Total
Poverty status
strata
poor
non poor
urban
rural
2010
69.3
81.4
92.6
74.2
77.9
2005
64.6
76.9
88.6
67.9
72.5
Change
7.2
5.9
4.5
9.3
7.6
Source : IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
4.      Langkah-Langkah Untuk Meningkatkan Komitmen  MDG Tahun 2015
a.      Upaya Meningkatkan Kesetaraan Gender Dalam menempuh Pendidikan di Myanmar Tahun 2015
Berdasarkan dengan laporan statistik MDG yang telah diuraikan diatas, dimana secara keseluruhan ,rasio perempuan di Myanmar dalam mendapatkan akses pendidikan menunjukan penurunan dari 96,1% menjadi 92,6% antara 2005 dan 2010, dimana perubahan tersebut secara statistik tidak begitu signifikan. Namun, meskipun tidak begitu signifikan secara statistik, tetap hal itu menjadi persoalan dalam hal pembangunan nasional di Myanmar. Dimana seharusnya upaya MDG dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, semestinya dapat mengalami perubahan yang signifikan yang mengarah pada kemajuan bukan kemunduran. Oleh karena  itu, perlu adanya terobosan baru bagi pencapaian MDG di tahun 2015 mendatang, agar pembangunan nasional dapat berjalan sesuai dengan programnya. Dalam makalah ini, penulis memberikan beberapa langkah yang konstruktif dalam meningkatkan program MDG mendatang untuk mendapatkan presentase yang lebih baik dari hasil data statistik yang telah didapatkan dari tahun 2010 .Diantaranya adalah;
1.      Menetapkan indikator keberhasilan dalam bentuk indeks pembangunan. Hal ini bertujuan ,agar ke depannya dapat menjadi sebuah motivator untuk mencapai indeks tersebut, tentunya dengan upaya-upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah Myanmar khususnya.
2.      Penguatan kerja sama antar unit di sektor internal maupun jejaring dengan unit-unit lain di sektor eksternal ,dan juga dengan lembaga-lembaga masyarakat terkait. Artinya, perlu dilakukan sebuah kerjasama yang solid dalam lingkup internal pemerintahan di Myanmar itu sendiri. Adanya penguatan kelembagaan di tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai tataran satuan pendidikan. Sedangkan lingkup eksternal adalah melakukan hubungan luar negeri seperti yang telah dilakukan pemerintahan Myanmar dalam rangka meningkatkan kesetaraan gender. Pemerintah Myanmar telah melakukan kunjungan ke Indonesia untuk belajar dalam hal meningkatkan pengarustamaan gender. Hal ini perlu ditingkatkan dalam hal edukasi terkait kesetaraan gender di berbagai negara sebagai upaya meningkatkan wawasan yang luas dalam bidang tersebut.
3.      Melakukan kembali kerangka kerja pengarustamaan gender sesuai dengan isu-isu yang muncul saat ini , salah satunya di dalam negeri Myanmar.
4.      Ditetapkannya Gender Champions dalam pelaksanaan pengarustamaan gender bidang pendidikan dan mereposisi kelembagaan penanggung jawab gender dalam struktur yang strategis.
5.      Mengintegrasikan materi gender ke dalam berbagai pendidikan dan pelatihan penjenjangan maupun teknis.
b.      Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak di Myanmar Tahun 2015
Dalam hal ini, upaya penurunan angka kematian bayi dan balita merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan kesehatan. Salah satunya dilakukan imunisasi sejak umur 1 tahun, dengan diberikan pelayanan yang memadai oleh tenaga ahli yang terampil dalam kesehatan. Di Myanmar, akses untuk mendapatkan imunisasi tersebut mengalami peningkatan dari angka 80,3% tahun 2005 menjadi 82,3% tahun 2010. Perubahan data statistik tersebut tidak terlalu signifikan. Hal tersebut masih terlihat bahwa cakupan imunisasi yang dilihat dari status masyarakat miskin turun dari 78.4% menjadi 75.5% ,sedangkan cakupan imunisasi orang yang tidak miskin meningkat dari 81.4% menjadi 85.6%. Jadi mayoritas kenaikan data tersebut dialami oleh masyarakat yang tidak miskin atau masyarakat yang berada dalam strata perkotaan. Pada dasarnya, perbedaan status sosial dalam hal mengakses imunisasi merupakan sesuatu hal yang wajar dirasakan oleh seluruh masyarakat. Bertambahnya penduduk miskin sebagai akibat krisis ekonomi yang telah membatasi akses dan kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Maka diperlukan sebuah Jaring Pengaman Sosial, dimana program ini merupakan pelayanan rutin bagi kesehatan ibu dan anak. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan program tersebut, namun lain halnya dengan Myanmar yang kurang memperhatikan program tersebut. Program ini sangat bermanfaat bagi ibu hamil, karena terdapat rujukan gratis bagi setiap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,dan bayi untuk keluarga miskin, serta bantuan pembanguan sarana kesehatan. Maka dari itu, Myanmar perlu mendorong program tersebut dalam hal memajukan kesehatan ibu dari kalangan miskin. [4]
Langkah-langkah atau strategi lainnya, selain dalam hal pemberian imunitas bayi sejak umur 1 tahun, juga diperlukan peningkatan kebersihan (hygiene) dan sanitasi di tingkat individu, keluarga dan masyarakat melalui penyediaan air bersih, meningkatkan perilaku hidup sehat, serta kepedulian terhadap kelangsungan dan perkembangan dini anak, pemberantasan penyakit menular, meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi termasuk pelayanan kontrasepsi , menanggulangi gizi buruk, kurang energi kronik dan anemi, serta promosi ASI ekslusif dan pemantauan pertumbuhan.[5]
Selanjutnya berkaitan dengan kesehatan ibu, Myanmar perlu diberikan apresiasi dalam hal pengukuran dari  kemampuan sistem kesehatan untuk menyediakan perawatan yang memadai bagi kelahiran anak yang ditangani oleh tenaga ahli yang terampil di bidang kesehatan. Secara keseluruhan, indikator meningkat dari 72.5% menjadi 77.9% antara 2005 dan 2010, dimana perubahan yang cukup signifikan secara statistik. Pelayanan kelahiran anak dalam mengakses kesehatan oleh tenaga medis, cukup mengalami peningkatan di Myanmar. Hal ini merupakan salah satu prestasi yang dilakukan MDG Myanmar dalam meningkatkan kesahatan ibu hamil. Penulis memprediksi, angka presentase untuk pembangunan MDG 2015 di Myanmar dalam program kesehatan ibu dan anak akan mengalami peningkatan. Hal tersebut terbukti dengan adanya selisih angka yang tidak begitu signifikan, dan bahkan adanya peningkatan dalam hal penanganan kelahiran anak oleh tim medis terampil, telah menunjukan bahwa Myanmar cukup serius dalam menangani program tersebut. Maka, perlu sebuah implementasi yang lebih kuat ,dari sekedar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Myanmar. Salah satu kontribusi penulis, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya terkait dengan upaya dan strategi dalam membantu kesehatan ibu dan anak, diharapkan dapat terealisasi sempurna di Myanmar.
5.   Kesimpulan
Program MDG di Myanmar dalam meningkatkan pembangunan nasional pada tahun 2015, secara keseluruhan data yang didapatkan cukup bervariatif dilihat dari berbagai indikator. Seperti halnya indikator dalam hal mengeliminasi kesetaraan gender dalam mengakses pendidikan dasar mengalami penurunan sejak tahun 2005 sampai dengan 2010. Sedangkan indikator dalam menurunkan angka kematian anak dan bayi seperti mendapatkan cakupan imunisasi, dan mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan yang memadai di Myanmar, mengalami peningkatan secara data statistik. Meskipun pada dasarnya faktor kemiskinan tetap sebagai salah satu persoalan dalam hal pembangunan nasional di Myanmar, maka diperlukan sebuah terobosan baru bagi kemajuan pembangunan nasional ini. Oleh karena itu, beberapa upaya yang lebih konstruktif terkait dengan terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2015, penulis memberikan sebuah alternatif bagi kemajuan pembangunan nasional yang dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik negara Myanmar. Begitu juga dengan sebuah data laporan yang telah didapatkan tahun 2010 ini, harus dijadikan sebagai pendukung dalam merancang kembali kebijakan-kebijakan pemerintah Myanmar untuk merealisasikan kemajuan MDG 2015 mendatang. Maka jika hal ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial di Myanmar, maka penulis memprediksi bahwa tidak menutup kemungkinan pembangunan nasional di Myanmar akan jauh lebih baik dari sebelumnya.
Referensi
·         IHLCA Survey 2004-2005 , IHLCA Survey 2009-2010.
·         Menteri Negara Peranan Wanita. Jender dan Permasalahannya. Kantor Menteri Negara Peranan Wanita. Jakarta.
·         MDG Data Report Myanmar, Promote Equality and Empower Women, 2005-2010, Myanmar.
·         MDG Report Indonesia, Menurunkan Angka Kematian Anak, Lembaga Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia.


[1] Menteri Negara Peranan Wanita. Jender dan Permasalahannya. Kantor Menteri Negara Peranan Wanita. Jakarta
[2] United Nations Development Proframme, UNDP Gender Thematic Trust Fund,  diakses pada www.undp.org
[3] MDG Data Report Myanmar,Promote Equality and Empower Women, 2005-2010,Myanmar.
[4] MDG Report Indonesia, Menurunkan Angka Kematian Anak, Lembaga Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia.
[5] Ibid.,

Tidak ada komentar: