UPAYA MENINGKATKAN KOMITMEN MDG 2015 DI MYANMAR
(STUDI KASUS: RASIO JUMLAH ANAK PEREMPUAN DALAM MENEMPUAN PENDIDIKAN DASAR & PROPORSI JUMLAH KELAHIRAN ANAK DAN KESEHATAN IBU )
A. Latar
Belakang
Ketimpangan gender di bidang pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi gender sebagaimana yang
dicita-citakan (kondisi normatif) dengan kondisi gender sebagaimana adanya
(kondisi objektif) di bidang pendidikan. [1] Ketimpangan
gender disebut juga permasalahan gender atau isu gender. Lebih lanjut kondisi
normatif contohnya, kesempatan mengikuti pendidikan formal bagi laki-laki
(pria) dan perempuan (wanita) sama. Sedangkan kondisi objektif contohnya,
semakin tinggi jenjang pendidikan (SLTP ke atas), jumlah perempuan yang
mengikuti pendidikan formal lebih sedikit daripada laki-laki.
Pendidikan adalah proses penerusan nilai oleh
pendidik (guru atau dosen) kepada anak didik (siswa atau mahasiswa). Dalam
kaitannya dengan pendidikan, dapat dibedakan sebagai berikut. (1) Pendidikan
formal, yakni pendidikan melalui bangku sekolah, direncanakan, sangat dilembagakan
dan bertata tingkat, seperti TK, SD dan seterusnya sampai perguruan
tinggi. (2) Pendidikan non formal, yakni
pendidikan di luar bangku sekolah, tetapi direncanakan, seperti penyuluhan,
kursus-kursus, penataran dan lainnya. (3) Pendidikan informal, yakni
pendidikan di luar bangku sekolah yang
tidak direncanakan, tetapi berlangsung seumur hidup, seperti membaca surat
kabar dan media cetak lainnya, mengikuti teladan dari orang tua, mengikuti
perilaku dari sahabat atau kerabat, dan lain-lainnya.
Ketimpangan gender dalam hal pendidikan tersebut,telah
dirasakan oleh negara yang puluhan tahun dipimpin oleh pemerintahan junta
militer, yaitu Myanmar. Myanmar merupakan negara termiskin di Asia Tenggara,
namun meskipun negara termiskin Myanmar merupakan negara yang paling kuat dalam
kekuasaan junta militernya. Hal tersebut yang mengakibatkan banyaknya rakyat
Myanmar yang menderita akibat kekuasaan junta militer. Salah satunya di sektor
pendidikan yang banyak mengalami diskriminasi dalam hal menempuh jenjang
pendidikan ini.
Dalam upaya mengurangi ketimpangan gender ini, UNDP Myanmar pada
akhirnya melakukan sebuah program baru mengenai ketimpangan gender tersebut.
Tujuan dari program Myanmar adalah untuk meningkatkan UNCT Gender Theme Group yang diketuai oleh UNDP untuk lebih
mempromosikan kesetaraan gender secara efektif di Myanmar. Namun pada tanggal
2-3 Mei 2008, terjadi bencana Topan Nargis melanda Myanmar. Daerah yang secara
signifikan tercakup dalam program IPM UNDP. Oleh karena itu, ruang gerak pada
proyek ini dimodifikasi untuk lebih fokus pada realitas yang baru dari program IPM Myanmar. Secara efektif
program ini menekankan peningkatan kesetaraan gender di daerah pedesaan, untuk
pengarustamaan gender dalam merespon keadaan yang darurat dan persiapan sejak dini.[2]
Namun berdasarkan dengan program yang telah disusun oleh IPM UNDP tersebut,
tidak sebanding dengan data laporan MDG yang menjadi trend tahun 2005-2010.
Data MDG tersebut telah memperbaiki kondisi kehidupan pembangunan nasional yang
ada di Myanmar. Bahkan terdapat beberapa indikator yang menunjukan arah
perubahan yang signifikan, namun ada juga indikator yang malah berbanding
terbalik dengan program MDG selama ini.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis
akan menjelaskan lebih jauh terkait dengan upaya UNDP Myanmar selama periode tahun
2005 sampai dengan tahun 2010. Apakah terdapat perubahan yang signifikan
dilihat dari sudut pandang status dan wilayah di Myanmar?, Dalam makalah
ini, penulis tidak hanya menjelaskan data MDG yang didapatkan terkait dengan
kesetaraan gender, namun juga terdapat indikator-indikator lain yang akan
menjadi topik pembahasan dalam makalah ini. Maka dari itu
melalui makalah ini ada beberapa hal yang menjadi fokus pembahasan,
diantaranya;
1.
Menganalisis
Rasio Jumlah Anak Perempuan Dalam Menempuh Pendidikan Dasar di Myanmar
2.
Menganalisis
Proporsi Setiap Anak yang Mendapatkan Imunisasi di Myanmar
3.
Menganalisis
Proporsi Setiap Kelahiran Ibu yang di Tangani Oleh Tenaga Terlatih (Medis) di
Myanmar.
4.
Langkah-Langkah
Untuk Meningkatkan Komitmen MDG Tahun 2015 Mendatang.
B.
Pembahasan
1.
Menganalisis
Rasio Jumlah Anak Perempuan Dalam Menempuh Pendidikan Dasar di Myanmar
Pada dasarnya rasio[3] Begitupun
dengan rasio tingkat paling terendah
anak perempuan dalam pendidikan dasar di beberapa wilayah Myanmar seperti di
Kayah (80.2%), Sagaing (82.3%), Mon (86%),dan Bago (86.6%). Kecenderungan
penurunan ini ditemukan di kebanyakan wilayah Myanmar, meskipun perbedaan ini
tidak signifikan secara statistik. Tabel di bawah ini, merupakan data yang
menunjukan perubahan data laporan yang didapatkan MDG di Myanmar. jumlah anak
perempuan ditingkat pendidikan dasar, atau biasa disebut Indeks Paritas Gender, merupakan rasio jumlah siswa perempuan yang
terdaftar terhadap jumlah siswa laki-laki di sekolah dasar. Sedangkkan indikator
merupakan sebuah ukuran dari aksesibilitas pendidikan untuk seorang anak
perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Secara keseluruhan menurut
laporan Data MDG di Myanmar, rasio jumlah anak perempuan dalam menempuh
pendidikan dasar tersebut menunjukan penurunan
dari 96,1% menjadi 92,6% antara 2005 dan
2010, dimana perubahan tersebut secara statistik tidak begitu signifikan. Hal
ini masih dipengaruhi oleh data yang menunjukan lebih tinggi presentase anak
perempuan miskin 96,7%, di bandingkan anak-anak yang tidak miskin yaitu sekitar
91%. Begitu juga dengan ukuran yang lebih tinggi di pedesaan sekitar 93,3%
sedangkan perkotaan 89,9%. Jadi jika
ditotalkan,perbandingan presentasi jumlah anak perempuan dalam menempuh
pendidikan dilihat dari status kemiskinan dan strata mengalami penurunan dari
tahun 2005-2010 sekitar 3.6%.
Tabel.1.1
Indeks Paritas Gender dilihat dari masing-masing status dan strata (%) 2005-2010
Years
|
2010
|
Total
|
|||
Poverty status
|
strata
|
||||
poor
|
non poor
|
urban
|
rural
|
||
2010
|
96.7
|
91
|
89.8
|
93.3
|
92.6
|
2005
|
100.5
|
93.7
|
87.8
|
98
|
96.1
|
Change
|
-3.8
|
-2.9
|
2.3
|
-4.9
|
-3.6
|
Source
: IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
Tabel
2. Indeks Paritas Gender di Tiap Wilayah Myanmar Tahun 2005-2010
State and Region in
Myanmar
|
2010
|
Total
|
Total 2005
|
% Change 2005-2010
|
||||
Poverty status
|
strata
|
|||||||
poor
|
non poor
|
urban
|
rural
|
|||||
Kachin
|
|
68.8
|
105.9
|
95.7
|
91.6
|
92.5
|
96.1
|
-3.7
|
Kayah
|
|
127.0
|
75.0
|
112.9
|
70.7
|
80.2
|
96.3
|
-16.7
|
Kayin
|
|
70.5
|
96.6
|
81.4
|
94.1
|
92.8
|
98.9
|
-6.2
|
Chin
|
|
90.3
|
98.9
|
125.8
|
87.5
|
92.5
|
92.9
|
-0.4
|
Sagaing
|
|
85.9
|
81.5
|
81.3
|
82.5
|
82.3
|
97.6
|
-15.6
|
Tanintharyi
|
|
75.5
|
95.8
|
86.0
|
88.8
|
88.3
|
108.9
|
-19.0
|
Bago
|
|
89.9
|
85.8
|
84.2
|
86.9
|
86.6
|
89.4
|
-3.1
|
-Bago (E)
|
|
92.0
|
91.8
|
73.5
|
94.3
|
91.8
|
83.9
|
9.4
|
-Bago (W)
|
|
86.6
|
77.6
|
107.9
|
76.9
|
79.3
|
99.1
|
-20.0
|
Magwe
|
|
128.7
|
92.5
|
85.8
|
102.7
|
101.6
|
120.2
|
-15.5
|
Mandalay
|
|
90.8
|
97.5
|
104.6
|
93.0
|
95.6
|
88.3
|
8.2
|
Mon
|
|
108.8
|
82.8
|
47.9
|
94.8
|
86.0
|
91.7
|
-6.2
|
Rakhine
|
|
98.5
|
91.2
|
112.7
|
96.2
|
98.3
|
91.0
|
8.0
|
Yangon
|
|
126.9
|
85.4
|
93.9
|
87.4
|
91.9
|
92.4
|
-0.5
|
Shan
|
|
85.2
|
91.2
|
69.8
|
93.5
|
89.1
|
93.1
|
-4.3
|
-Shan (s)
|
|
68.4
|
85.2
|
58.8
|
83.7
|
79.8
|
88.6
|
-9.9
|
-Shan (N)
|
|
104.7
|
98.4
|
70.5
|
110.0
|
100.7
|
98.3
|
2.4
|
-Shan (E)
|
|
94.5
|
100.4
|
121.6
|
93.0
|
98.0
|
97.3
|
0.7
|
Ayeyarwaddy
|
|
104.8
|
94.3
|
82.5
|
100.0
|
98.0
|
100.2
|
-2.2
|
UNION
|
|
96.7
|
91.0
|
89.8
|
93.3
|
92.6
|
96.1
|
-3.6
|
Source
: IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010
2.
Proporsi
Anak 1 tahun yang Mendapatkan Imunisasi Terhadap Penyakit Campak di Myanmar
Proporsi anak 1 tahun yang mendapatkan
imunisasi campak merupakan salah satu indikator cakupan imunisasi dalam rangka
mengurangi angka kematian anak. Secara keseluruhan, cakupan imunisasi di
Myanmar ini telah mengalami peningkatan
dari angka 80,3% tahun 2005 menjadi 82,3% tahun 2010. Perubahan data
statistik tersebut tidak terlalu signifikan. Hal tersebut masih terlihat bahwa cakupan
imunisasi yang dilihat dari status miskin turun dari 78.4% menjadi 75.5%
,sedangkan cakupan imunisasi orang yang tidak miskin meningkat dari 81.4%
menjadi 85.6%. Itu artinya, akses dalam
mendapatkan imuniasi orang yang tidak miskin lebih besar dibandingkan dengan
orang msikin. Begitu pun dengan perbedaan wilayah, seperti wilayah pedesaan
dalam mendapatkan imunisasi mengalami penurunan, sedangkan akses imunisasi bagi
wilayah perkotaan mengalami peningkatan. Jadi mayoritas kenaikan data tersebut
dialami oleh masyarakat yang tidak miskin dan masyarakat yang berada dalam strata
perkotaan. Disamping itu, terdapat proporsi dengan nilai terendah ditemukan di Myanmar seperti wilayah Chin (58.5%), Bago
(64.6%), Kachin (65%), dan Rakhine (68.2%).
Tabel
3: Proporsi Anak 1 Tahun yang Mendapatkan Imunisasi Terhadap Penyakit Campak dihihat
dari masing-masing Status dan Strata (%) Tahun 2005-2010
Years
|
2010
|
Total
|
|||
Poverty status
|
strata
|
||||
poor
|
non poor
|
urban
|
rural
|
||
2010
|
75.5
|
85.6
|
91.5
|
79.6
|
82.3
|
2005
|
78.4
|
81.4
|
79.7
|
80.4
|
80.3
|
Change
|
-3.7
|
5.2
|
14.8
|
-1.1
|
2.4
|
Source
: IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
Tabel 4: Proporsi Anak 1 Tahun yang
Mendapatkan Imunisasi Terhadap Penyakit Campak diLihat Dari Masing-Masing
Wilayah di Myanmar 2005-2010
State and Region in
Myanmar
|
2010
|
Total
|
Total 2005
|
% Change 2005-2010
|
||||
Poverty status
|
strata
|
|||||||
poor
|
non poor
|
urban
|
rural
|
|||||
Kachin
|
|
66.4
|
64.0
|
70.4
|
65.0
|
65.0
|
79.8
|
-18.5
|
Kayah
|
|
65.7
|
100.0
|
100.0
|
93.1
|
93.6
|
89.6
|
4.5
|
Kayin
|
|
100.0
|
82.0
|
95.7
|
86.2
|
87.0
|
76.6
|
13.5
|
Chin
|
|
57.3
|
60.3
|
19.7
|
83.8
|
58.5
|
62.9
|
-7.0
|
Sagaing
|
|
89.5
|
86.5
|
83.6
|
87.6
|
87.1
|
78.8
|
10.5
|
Tanintharyi
|
|
94.9
|
89.7
|
79.0
|
95.0
|
92.0
|
75.2
|
22.4
|
Bago
|
|
56.7
|
67.4
|
96.2
|
61.6
|
64.6
|
80.9
|
-20.1
|
Bago (E)
|
|
64.0
|
78.7
|
100.0
|
72.2
|
74.5
|
87.4
|
-14.7
|
Bago (W)
|
|
39.1
|
51.2
|
91.3
|
44.2
|
48.8
|
69.0
|
-29.3
|
Magwe
|
|
83.8
|
79.6
|
100.0
|
79.4
|
81.2
|
87.5
|
-7.2
|
Mandalay
|
|
77.9
|
91.4
|
89.6
|
84.9
|
86.5
|
89.6
|
-3.4
|
Mon
|
|
65.7
|
97.8
|
100.0
|
91.7
|
92.8
|
79.5
|
16.7
|
Rakhine
|
|
61.1
|
78.1
|
76.3
|
67.3
|
68.2
|
66.8
|
2.1
|
Yangon
|
|
74.0
|
96.3
|
97.6
|
72.2
|
91.8
|
80.0
|
14.8
|
Shan
|
|
50.5
|
78.9
|
90.1
|
65.5
|
70.0
|
82.0
|
-14.6
|
Shan (s)
|
|
33.6
|
75.3
|
85.9
|
53.8
|
60.3
|
96.1
|
-37.2
|
Shan (N)
|
|
69.1
|
82.0
|
94.1
|
75.7
|
79.4
|
59.9
|
32.6
|
Shan (E)
|
|
69.0
|
78.7
|
100.0
|
72.3
|
73.6
|
84.6
|
-13.0
|
Ayeyarwaddy
|
|
87.7
|
91.2
|
94.1
|
89.1
|
89.9
|
78.4
|
14.7
|
UNION
|
|
75.5
|
85.6
|
91.5
|
79.6
|
82.3
|
80.3
|
2.4
|
Source
: IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
3.
Proporsi
angka kelahiran yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang terlatih di Myanmar
Jumlah perempuan usia 15-49 dengan angka
kelahiran yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang terlatih (dokter, perawat, dan
bidan) adalah sebuah pengukuran dari kemampuan sistem pelayanan kesehatan untuk
menyediakan perawatan yang memadai bagi perempuan hamil. Hal ini dinyatakan pada
presentase wanita usia 15-49 tahun dengan kelahiran hidup pada periode yang
sama. Berdasarkan laporan yang diperoleh dari MDG di Myanmar, Secara keseluruhan, indikator meningkat
dari 72.5% menjadi 77.9% antara 2005 dan 2010, dimana perubahan yang cukup
signifikan secara statistik. Tingkat yang lebih rendah bagi masyarakat
miskin (69.3%) dibandingkan masyarakat tidak miskin (81.4%). Meskipun pada
dasarnya mengalami perubahan kenaikan
antara 2005 dan 2010 sedikit lebih tinggi untuk orang miskin (7.2%)
dibandingkan orang yang tidak miskin sebesar (5.9%). Langkah ini jauh lebih
rendah di pedesaan (74.2%) dibandingkan di perkotaan (92.6%), namun perubahan
telah meningkat lebih cepat di pedesaan (9.3%) dibandingkan perkotaan (4.5%). Jadi
jika dianalisis lebih dalam, penulis menyimpulkan bahwa tingkat angka kelahiran
dalam mendapatkan akses terhadap pelayanan tenaga terlatih telah meningkat dari
tahun 2005-2010 di Myanmar, salah satunya telah dirasakan oleh masyarakat
miskin dan juga berada pada lingkup pedesaan. Hal ini merupakan sebuah prestasi
bagi upaya MDG dalam mempromosikan kelahiran ibu di Myanmar.
Tabel
4: Proporsi Angka Kelahiran dilihat dari Masing-Masing Status dan Strata Tahun (%)
2005-2010
Years
|
2010
|
Total
|
|||
Poverty status
|
strata
|
||||
poor
|
non poor
|
urban
|
rural
|
||
2010
|
69.3
|
81.4
|
92.6
|
74.2
|
77.9
|
2005
|
64.6
|
76.9
|
88.6
|
67.9
|
72.5
|
Change
|
7.2
|
5.9
|
4.5
|
9.3
|
7.6
|
Source
: IHLCA Survey 2004-2005 ,IHLCA Survey 2009-2010.
4.
Langkah-Langkah
Untuk Meningkatkan Komitmen MDG Tahun
2015
a.
Upaya
Meningkatkan Kesetaraan Gender Dalam menempuh Pendidikan di Myanmar Tahun 2015
Berdasarkan dengan laporan statistik MDG
yang telah diuraikan diatas, dimana secara keseluruhan ,rasio perempuan di
Myanmar dalam mendapatkan akses pendidikan menunjukan penurunan dari 96,1% menjadi
92,6% antara 2005 dan 2010, dimana perubahan tersebut secara statistik
tidak begitu signifikan. Namun, meskipun tidak begitu signifikan secara
statistik, tetap hal itu menjadi persoalan dalam hal pembangunan nasional di
Myanmar. Dimana seharusnya upaya MDG dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, semestinya dapat mengalami perubahan yang signifikan yang mengarah
pada kemajuan bukan kemunduran. Oleh karena
itu, perlu adanya terobosan baru bagi pencapaian MDG di tahun 2015 mendatang,
agar pembangunan nasional dapat berjalan sesuai dengan programnya. Dalam makalah
ini, penulis memberikan beberapa langkah yang konstruktif dalam meningkatkan
program MDG mendatang untuk mendapatkan presentase yang lebih baik dari hasil
data statistik yang telah didapatkan dari tahun 2010 .Diantaranya adalah;
1. Menetapkan
indikator keberhasilan dalam bentuk indeks pembangunan. Hal ini bertujuan ,agar
ke depannya dapat menjadi sebuah motivator untuk mencapai indeks tersebut,
tentunya dengan upaya-upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah Myanmar
khususnya.
2. Penguatan
kerja sama antar unit di sektor internal maupun jejaring dengan unit-unit lain
di sektor eksternal ,dan juga dengan lembaga-lembaga masyarakat terkait. Artinya,
perlu dilakukan sebuah kerjasama yang solid dalam lingkup internal pemerintahan
di Myanmar itu sendiri. Adanya penguatan kelembagaan di tingkat provinsi,
kabupaten/kota sampai tataran satuan pendidikan. Sedangkan lingkup eksternal
adalah melakukan hubungan luar negeri seperti yang telah dilakukan pemerintahan
Myanmar dalam rangka meningkatkan kesetaraan gender. Pemerintah Myanmar telah
melakukan kunjungan ke Indonesia untuk belajar dalam hal meningkatkan pengarustamaan
gender. Hal ini perlu ditingkatkan dalam hal edukasi terkait kesetaraan gender
di berbagai negara sebagai upaya meningkatkan wawasan yang luas dalam bidang
tersebut.
3. Melakukan
kembali kerangka kerja pengarustamaan gender sesuai dengan isu-isu yang muncul
saat ini , salah satunya di dalam negeri Myanmar.
4. Ditetapkannya
Gender Champions dalam pelaksanaan
pengarustamaan gender bidang pendidikan dan mereposisi kelembagaan penanggung jawab
gender dalam struktur yang strategis.
5. Mengintegrasikan
materi gender ke dalam berbagai pendidikan dan pelatihan penjenjangan maupun
teknis.
b. Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu
dan Anak di Myanmar Tahun 2015
Dalam hal ini, upaya penurunan angka
kematian bayi dan balita merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan
kesehatan. Salah satunya dilakukan imunisasi sejak umur 1 tahun, dengan
diberikan pelayanan yang memadai oleh tenaga ahli yang terampil dalam kesehatan.
Di Myanmar, akses untuk mendapatkan imunisasi tersebut mengalami peningkatan dari angka 80,3% tahun 2005
menjadi 82,3% tahun 2010. Perubahan data statistik tersebut tidak terlalu
signifikan. Hal tersebut masih terlihat bahwa cakupan imunisasi yang dilihat
dari status masyarakat miskin turun dari 78.4% menjadi 75.5% ,sedangkan cakupan
imunisasi orang yang tidak miskin meningkat dari 81.4% menjadi 85.6%. Jadi
mayoritas kenaikan data tersebut dialami oleh masyarakat yang tidak miskin atau
masyarakat yang berada dalam strata perkotaan. Pada dasarnya, perbedaan status
sosial dalam hal mengakses imunisasi merupakan sesuatu hal yang wajar dirasakan
oleh seluruh masyarakat. Bertambahnya penduduk miskin sebagai akibat krisis
ekonomi yang telah membatasi akses dan kemudahan mendapatkan pelayanan
kesehatan tersebut. Maka diperlukan sebuah Jaring Pengaman Sosial, dimana
program ini merupakan pelayanan rutin bagi kesehatan ibu dan anak. Pemerintah
Indonesia telah meluncurkan program tersebut, namun lain halnya dengan Myanmar
yang kurang memperhatikan program tersebut. Program ini sangat bermanfaat bagi
ibu hamil, karena terdapat rujukan gratis bagi setiap ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas,dan bayi untuk keluarga miskin, serta bantuan pembanguan sarana
kesehatan. Maka dari itu, Myanmar perlu mendorong program tersebut dalam hal
memajukan kesehatan ibu dari kalangan miskin. [4]
Langkah-langkah atau strategi lainnya, selain
dalam hal pemberian imunitas bayi sejak umur 1 tahun, juga diperlukan
peningkatan kebersihan (hygiene) dan
sanitasi di tingkat individu, keluarga dan masyarakat melalui penyediaan air
bersih, meningkatkan perilaku hidup sehat, serta kepedulian terhadap
kelangsungan dan perkembangan dini anak, pemberantasan penyakit menular,
meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi termasuk pelayanan kontrasepsi ,
menanggulangi gizi buruk, kurang energi kronik dan anemi, serta promosi ASI
ekslusif dan pemantauan pertumbuhan.[5]
Selanjutnya berkaitan dengan kesehatan
ibu, Myanmar perlu diberikan apresiasi dalam hal pengukuran dari kemampuan sistem kesehatan untuk menyediakan
perawatan yang memadai bagi kelahiran anak yang ditangani oleh tenaga ahli yang
terampil di bidang kesehatan. Secara
keseluruhan, indikator meningkat dari 72.5% menjadi 77.9% antara 2005 dan 2010,
dimana perubahan yang cukup signifikan secara statistik. Pelayanan kelahiran
anak dalam mengakses kesehatan oleh tenaga medis, cukup mengalami peningkatan
di Myanmar. Hal ini merupakan salah satu prestasi yang dilakukan MDG Myanmar
dalam meningkatkan kesahatan ibu hamil. Penulis memprediksi, angka presentase
untuk pembangunan MDG 2015 di Myanmar dalam program kesehatan ibu dan anak akan
mengalami peningkatan. Hal tersebut terbukti dengan adanya selisih angka yang
tidak begitu signifikan, dan bahkan adanya peningkatan dalam hal penanganan
kelahiran anak oleh tim medis terampil, telah menunjukan bahwa Myanmar cukup
serius dalam menangani program tersebut. Maka, perlu sebuah implementasi yang
lebih kuat ,dari sekedar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
Myanmar. Salah satu kontribusi penulis, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya terkait dengan upaya dan strategi dalam membantu kesehatan ibu dan
anak, diharapkan dapat terealisasi sempurna di Myanmar.
5. Kesimpulan
Program MDG di Myanmar dalam
meningkatkan pembangunan nasional pada tahun 2015, secara keseluruhan data yang
didapatkan cukup bervariatif dilihat dari berbagai indikator. Seperti halnya
indikator dalam hal mengeliminasi kesetaraan gender dalam mengakses pendidikan
dasar mengalami penurunan sejak tahun 2005 sampai dengan 2010. Sedangkan
indikator dalam menurunkan angka kematian anak dan bayi seperti mendapatkan
cakupan imunisasi, dan mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan yang memadai di
Myanmar, mengalami peningkatan secara data statistik. Meskipun pada dasarnya
faktor kemiskinan tetap sebagai salah satu persoalan dalam hal pembangunan
nasional di Myanmar, maka diperlukan sebuah terobosan baru bagi kemajuan
pembangunan nasional ini. Oleh karena itu, beberapa upaya yang lebih
konstruktif terkait dengan terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan di tahun
2015, penulis memberikan sebuah alternatif bagi kemajuan pembangunan nasional
yang dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik negara Myanmar. Begitu juga dengan
sebuah data laporan yang telah didapatkan tahun 2010 ini, harus dijadikan
sebagai pendukung dalam merancang kembali kebijakan-kebijakan pemerintah
Myanmar untuk merealisasikan kemajuan MDG 2015 mendatang. Maka jika hal ini
dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial di Myanmar, maka penulis
memprediksi bahwa tidak menutup kemungkinan pembangunan nasional di Myanmar
akan jauh lebih baik dari sebelumnya.
Referensi
·
IHLCA Survey 2004-2005 , IHLCA Survey
2009-2010.
·
Menteri Negara Peranan Wanita. Jender dan Permasalahannya. Kantor
Menteri Negara Peranan Wanita. Jakarta.
·
MDG Data Report Myanmar, Promote Equality and Empower Women,
2005-2010, Myanmar.
·
MDG Report Indonesia, Menurunkan Angka Kematian Anak, Lembaga
Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia.
[1]
Menteri Negara Peranan Wanita. Jender dan
Permasalahannya. Kantor Menteri Negara Peranan Wanita. Jakarta
[2]
United Nations Development Proframme, UNDP
Gender Thematic Trust Fund, diakses
pada www.undp.org
[3]
MDG Data Report Myanmar,Promote Equality
and Empower Women, 2005-2010,Myanmar.
[4]
MDG Report Indonesia, Menurunkan Angka Kematian
Anak, Lembaga Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
Indonesia.
[5] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar