1.1
Latar Belakang
Dalam
perkembangan dunia internasional saat ini, era hidrokarbon telah memainkan
peran penting dalam perkembangan industri dan cara hidup modern. Tapi harga
untuk mendapat kemajuan ini lebih tinggi dari perkiraan. Dampak negatif
penambangan, pengirirman, dan konsumsi minyak terhadap lingkungan, sosial dan
kesehatan masyarakat serta hak asasi manusia (HAM) diseluruh dunia saat ini
tergolong ujian yang sangat berat. Perhatian terhadap HAM sebagai dampak
industri minyak semakin terpusat pada “militerisasi” ketika kekuatan militer
bertindak melindungi pelaksanaan industri, khusunya untuk perusahaan
multinasional. Militerisasi di sektor minyak meluas sebagai akibat pencarian
global akan sumber minyak yang layak, karena perusahaan-perusahaan minyak utama
melebarkan operasinya ke negara-negara dengan pemerintahan yang korup dan
represif. Ketika perusahaan minyak medapatkan legitimasi untuk melindungi
operasi penambangan dan jalur pipanya, industri ini meningkatkan kerja samanya
dengan kekuatan militer yang memiliki catatan buruk dalam soal HAM.
Contoh
kasus yang paling terkenal dalam kasus militeriasi sektor perminyakan telah terjadi
di Myanmar pada awal 1990-an. Ketika itu perusahaan Unocal milik Amerika
Serikat (AS) dan konsoriumnya memutuskan
bekerjasama dengan junta militer Myanmar dalam pembangunan jalur pipa Yadana.
Meski catatan rezim militer dalam hal HAM yang mengerikan sudah banyak
diketahui, perusahaan tetap melakukan kontrak dengan SLORC (State Law and Order Restoration Council),
sekarang disebut State Peace and
Development Council (SPDC), untuk menjaga keamanan selama pembangunan jalur
pipa.[1]
Pembela HAM percaya bahwa militeriasi tidak hanya ditujukan untuk menjamin
keamanan, tetapi juga menyediakan tenaga kerja paksa untuk pembangunan
infrastruktur jalur pipa. Militerisasi sepanjang jalur itu menimbulkan represi
yang sangat signifikan, seperti pemaksaan relokasi seluruh penduduk kampung,
tenaga kerja untuk operasi militer dan pembanguan barak, serta pemerkosaan dan
pembunuhan warga di area tersebut. [2]
Militerisasi
yang terjadi di Myanmar tidak hanya dilakukan oleh perusahaan Unocal milik
Amerika saja, namun juga terdapat perusahaan CNPC milik China yang melakukan
perdagangan bilateral dengan Myanmar. China merupakan negara besar sekaligus
sekutu terdekat pemerintah militer Myanmar dalam hubungan politik dan
perdagangan yang terus membaik. Dalam perjalanannya, kerapkali perusahaan
tersebut melakukan militerisasi bersama pemerintah Myanmar, demi memperlancar proyek yang dijalankan oleh
kedua negara. Hal ini dikarenakan, China memiliki ikatan sejarah, politik dan
ekonomi yang cukup penting dengan Myanmar, dan Myanmar merupakan negara non-komunis pertama yang mendukung
kemerdekaan China pada tahun 1949. China merupakan negara yang mendukung setiap
Junta Militer yang berkuasa dengan menyediakan persenjataan, dukungan politik
di PBB ,pembangunan infrastruktur dan proyek untuk meningkatkan perdagangan
lintas batas.[3] Hubungan baik antara
Myanmar dengan China dapat dikatakan telah terjalin sangat lama, bahkan keduanya
memiliki garis keturunan atau historis yang sama, dimana bangsa Myanmar
merupakan keturunan dari bangsa Ming (China) yang pada saat dinasti Qing
dikalahkan oleh pemerintahan dinasti Manchu, para tentara Ming serta
pengikutnya juga melarikan diri dan mengungsi ke wilayah yang sekarang dikenal
dengan negara Myanmar. Maka
tidak mengherankan jika sampai saat ini kedua negara masih melakukan hubungan
bilateral dalam hal perdagangan senjata dan sumber daya alam yang saling
menguntungkan.
Sesungguhnya
kepentingan Cina di Myanmar merupakan sebuah strategi baru dalam hal memajukan
iklim perekonomian yang stabil. Hal ini diimplementasikan China dengan
menghadirkan perusahaan besar di Myanmar yang bernama CNPC (China National Petroleum Corporation). CNPC merupakan
perusahaan pengelola minyak terbesar di China. Dalam sebuah keterangan yang
diperoleh Departemen Statistik China, dimana perdagangan bilateral antara CNPC dan
Myanmar mencapai USD 2,907 pada tahun 2009, mengalami peningkatan 10 persen
dari tahun sebelumnya. Dengan total ekspor China ke Myanmar USD 2,26 Milyar dan
Impor Myanmar mencapai USD 646 Juta. Sedangkan pada akhir 2008, perjanjian
investasi China di Myanmar mencapai USD 1,331 Milyar, yang sebagian besar di
pertambangan, energi listrik dan sektor minyak dan gas.[4] Disamping itu, terdapat
data yang memperkuat bahwa China cukup mendominasi dalam hal perdagangan di
Myanmar pada tahun 2008, seperti yang terlampir di bawah ini.
Grafik 1.1 Myanmar
Imports (2008)
Sumber: Data Perdagangan Eksport-Import Myanmar (Economy Watch Content, 17 March 2010)
Berdasarkan
data tersebut, menunjukan bahwa perdagangan terbesar di Myanmar diduduki oleh
negara China. Dalam hal ini China memerankan peran yag besar dalam hal perdagangan
persenjataan di Myanmar. Jika dibandingkan dengan Thailand, Singapore dan
Malaysia, China memiliki presentase yang besar, dimana sebagian besar kebutuhan
Myanmar di import dari China. Data tersebut merupakan data tahun 2008, dimana
China memiliki presentase 30,1%, lebih besar dibandingkan negara lainnya.
Sedangkan pada tahun 2009 mengalami kenaikan 10% dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini menunjukan bahwa antusias kedua negara dalam melakukan hubungan
perdagangan begitu besar. Kemudian menurut data statistik resmi, perdagangan
perbatasan Myanmar pada tahun 2011-2012 mengalami kenaikan yang mencapai 3,046
miliar dolar AS ,naik sekitar 60 persen dari tahun 2010-2011 sekitar 1,9 miliar dolar AS. Peningkatan volume
perdagangan ini lebih banyak di dominasi oleh perusahaan China yaitu CNPC,
dibandingkan dengan negara lainnya seperti Thailand dan Bangladesh.[5] Berdasarkan data tersebut
mengindikasikan bahwa hubungan kedua negara cukup kuat. Tidak hanya China yang
membutuhkan Myanmar, namun juga Myanmar membutuhkan China sebagai pemasok
kebutuhan Myanmar dalam hal persenjataan.
Apa
yang terjadi di Myanmar, setidaknya menegaskan bahwa kepentingan perusahaan
China (CNPC) di Myanmar begitu kuat, bahkan sampai saat ini perusahaan China
masih menjalin kerjasama dengan negara tersebut khususnya dalam hal perdagangan
persenjataan, dan pengeboran minyak yang menghubungkan jalur pipa gas dan
minyak dari kilang minyak lepas pantai Myanmar menuju China. Namun dalam
perjalanannya, kepentingan
China tersebut sangat kontroversial dengan apa yang dilakukan China selama ini
terhadap masyarakat Myanmar. Seringkali perusahaan ini menyebabkan penduduk
minoritas Myanmar yang berada disekitar proyek tersebut, mengalami diskriminasi
atau kekerasan oleh tentara Myanmar. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk
memperlancar relokasi area penambangan di Myanmar. Sehingga dengan adanya
kekerasan yang dilakukan oleh tentara Myanmar, tidak menutup kemungkinan
perusahaan tersebut melanggar prinsip-prinsip hukum HAM PBB yang telah tercantum
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Dalam deklarasi tersebut
terdapat kewajiban dan tanggung jawab aktor non-state
terhadap HAM, salah satunya dalam memperkerjakan buruh, dan pelestarian
lingkungan.
Maka
berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan menjelaskan lebih jauh
terkait dengan kepentingan startegis
perusahaan CNPC di Myanmar dilihat dari sudut pandang prinsip-prinsip HAM PBB.
Maka dari itu melalui paper ini ada beberapa hal yang menjadi fokus pembahasan,
diantaranya:
a.
Sejarah
munculnya CNPC (China National Petroleum
Corporation).
b.
Dinamika
masuknya CNPC (China National Petroleum
Corporation) di Myanmar
c.
Dampak Dari Kepentingan
strategis CNPC (China National Petroleum
Corporation) di Myanmar dilihat dari sudut pandang prinsip-prinsip HAM PBB
1.1.
Kerangka
Teoritis
1.2.1 Prinsip-Prinsip
Hak Asasi Manusia
Beberapa prinsip
telah mencakup hak-hak asasi manusia internasional. Prinsip-prinsip tersebut
pada umumnya terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan
diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan
diskriminasi dan kewajiabn positif yang terletak pada setiap negara digunakan
untuk melindungi hak-hak tertentu. Di dalam prinsip-prinsip HAM tersebut
termuat sebuah Deklarasi yang secara langsung
dalam kebijakan-kebijakan atau tindakan-tindakan juga membantu norma-norma pada
tingkat internasional yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pada peraturan ini dilengkapi dengan sebuah deklarasi yang berisi
pernyataan sikap pemerintahan negara-negara untuk mematuhi beberapa peraturan
pokok, termasuk peraturan mengenai ”perlakuan nasional”(national treatment). Ini berarti bahwa afiliasi atau cabang-cabang perusahaan-perusahaan asing
tidak mendapat perlakuan secara berbeda dengan perusahaan-perusahaan dalam
negeri (domestik).
Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM) merupakan element pertama dari Peraturan Perundang-Undangan Hak
Asasi Manusia Internasional (International Bill of Rights) yakni suatu
tabulasi hak dan kebebasan fundamental. Ketika DUHAM diterima, resolusi itu
juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menyebarluaskan isi deklarasi
tersebut. Hak dan kebebasan yang tercantum dalam DUHAM mencakup sekumpulan hak
yang lengkap, baik itu hak sipil, politik, budaya, ekonomi, dan sosial setiap
individu maupun beberapa hak kolektif. Dalam pengertian hukum yang sempit,
deklarasi tersebut mengindikasikan pendapat internasional. Semua anggota PBB
sepakat untuk menghormati hak asasi manusia ketika mereka masuk dalam
organisasi ini.
1.2.1.1 Kovenan
Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya[6]
Kovenan mengenai hak ekonomi sosial dan budaya terdiri
dari tiga puluh satu (31) pasal yang diatur dalam 6 bagian, yang bagian
pertamanya sama dengan saudaranya KIHSP. Jantung dari Kovenan ini berada pada
Bagian III (pasal 6-15) yang menguraikan hak-hak yang dilindungi, yaitu:
a.
Hak atas kerja (right to work)
b.
Hak atas kondisi kerja
yang layak (pasal 7)
c.
Hak untuk bergabung dan
membentuk serikat buruh (pasal 8)
d.
Hak atas jaminan sosial
(pasal 9)
e.
Hak atas perlindungan bagi
keluarga (pasal 10)
f.
Hak atas standar
hidup yang layak, termasuk hak
atas pangan, pakaian dan
tempat tinggal (pasal 11)
g.
Hak atas kesehatan (pasal
12)
h.
Hak atas pendidikan (pasal
13)
i.
Hak atas kebudayaan (pasal
15)
Disamping itu berbagai yurispruden di tingkat nasional,
regional maupun internasional menawarkan batasan dari hak-hak tersebut yang juga dapat membentuk dan
mengembangkan standar hukum hak asasi manusia. Sebagai contoh, Komite
secara konsisten menyatakan bahwa penggusuran merupakan pelanggaran dari hak atas tempat tinggal,
seperti halnya negara Myanmar dimana pihak junta militer dinyatakan
melakukan pelanggaran HAM. Sikap-sikap
demikian dapat dikatakan memiliki fungsi lebih dari sekedar saran dan quasi
legal. Melalui putusan-putusan demikian perlawanan kelompok masyarakat yang dirugikan memperoleh landasan
(hukum) yang semakin kuat.
1.2.1.2 Norma-norma PBB Tentang Tanggung Jawab dari
Perusahaan Multinasional dan Usaha
Bisnis Lainnya Terhadap Hak Asasi Manusia [7]
Berdasarkan norma-norma PBB tentang Tanggung Jawab dari
Perusahaan Multinasional dan Usaha Bisnis Lainnya Terhadap Hak Asasi Manusia,
tentang ”Menghormati Kedaulatan Nasional dan HAM”, Menegaskan bahwa: ”Korporasi
Multinasional dan usaha bisnis lainnya harus mengakui dan menghormati
norma-norma penerapan dari hukum internasional, hukum nasional dan regulasi-regulasi
juga praktek-praktek administratif, aturan hukum, kepentingan publik,
tujuan-tujuan pembangunan, kebijakan-kebijakan ekonomi dan budaya termasuk
transparansi, akuntabilitas dan pencegahan korupsi serta kewenangan dari negara
dimana perusahaan beroperasi”.
Dalam norma ini disebutkan perusahaan asing dan usaha
bisnis lainnya dilarang untuk menawarkan, berjanji, memberi keuntungan secara
sadar atau menerima permintaan suap, atau keuntungan tidak patut lainnya pada
pemerintah, pejabat publik ,kandidat pemilu, anggota militer dan polisi. MNC
juga dilarang terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada dukungan suatu negara
atau entitas yang mendukung dilarangnya HAM. Dan mereka mesti memastikan bahwa
pelayanan yang diberikan tidak digunakan untuk melanggar HAM.
Dilaporkan oleh Sekjend PBB adalah juga mendasar bahwa
untuk mempertimbang- kan kewajiban dan tanggung jawab dari aktor perusahaan
multinasional, termasuk organisasi internasional dan aktor privat. Sebagai
tambahan adalah penting untuk menguji kewajiban ekstranasional negara
(kewajiban negara terhadap warga negara dari negara lain). Dalam konteks ini,
kewajiban untuk menghormati Hak atas Pangan akan berarti, misalnya bahwa negara
harus mengambil tindakan atas segala dampak negatif terhadap Hak atas pangan
yang dirasakan orang di negara lain, dan harus memastikan bahwa hubungan dagang
tidak merusak Hak atas Pangan dari orang yang hidup di negara lain. Kewajiban
untuk melindungi, berimplikasi bahwa negara mempunyai kewajiban untuk melakukan
pengaturan terhadap perusahaan dan dunia yang beroperasi di negara lain dalam
usaha mencegah kekerasan. Kewajiban untuk memfasilitasi akses atas pangan dan
untuk menyediakan dana ketika diperlukan juga penting, tetapi ditujukan
terutama untuk yang paling kontrovesial.[8]
1.3 Pembahasan
1.3.1 Sejarah Munculnya CNPC (China
National Petroleum Corporation).
China
National Petroleum Corporation atau CNPC merupakan perusahaan pengelola
minyak terbesar di China. CNPC didirikan pada 17 September 1988 untuk
menggantikan Ministry of Petroleum
Industry (MOPI) yang berdiri sejak 1949. CNPC bertanggung jawab terhadap
eksplorasi dan pengembangan cadangan gas alam dan minyak di darat. CNPC
memiliki 20 ladang minyak dan cadangan gas alam dan minyak. Aset CNPC
terpenting dibendel dalam cabangnya PetroChina
Limited Co, yang sahamnya terdaftar secara internasional di bursa efek
Hongkong pada April 2004 dan Bursa New York pada 2000.[9]
Pada tahun 1995, CNPC menambahkan
Muglad Basin di Venezuela. Pada Oktober 1997, CNPC memperoleh 60.7% saham di
Aktyubinsk Oil Company (sekarang
Aktobemunaigaz), memungkinkan akses ladang minyak di Kazakhstan Barat. Produksi
minyak CNPC menyumbang 89% produksi minyak China pada tahun 1996. Pada tahun
1998, CNPC reformasi struktur perusahaannya. Sebagai bagian dari
restrukturisasi pada tahun 1999, CNPC mendirikan cabang China National Petroleum Co., Ltd. (China Petroleum atau Petro
China). CNPC sendiri menyuntikan sebagian besar asetnya di saham PetroChina. Sehingga 90% saham PetroChina sendiri dikuasai oleh
pemerintah China.[10]
a.
Pemerintah Sebagai Stakeholder Definitif dalam
CNPC (1988-1998)
Disebabkan
lingkungan politis dan ekonomi China, CNPC pada tahun 1988, tidak hanya sebagai
perusahaan tetapi juga organisasi resmi pemerintah. Didirikan dibawah MOPI,
CNPC mengambil alih tanggung jawab sosial yang tadinya dilaksanakan MOPI selama
1949-1988. Semua manajer senior CNPC ditunjuk oleh pemerintah sehingga CNPC
tidak benar-benar independen dari pemerintah.
Dari perspektif ekonomi, CNPC pada
masa 1988-1998 didirikan untuk memenuhi permintaan energi nasional dibawah
sistem ekonomi komando terpusat. Setiap tahunnya, pemerintah pusat menyusun
perencanaan konsumsi anggaran yang memandu seluruh aktivitas CNPC. CNPC
berperan sebagai alat pemerintah dengan sedikit kebebasan.
Aktivitas CNPC hanya memperhatikan
satu stakeholder saja yakni
pemerintah. Pemerintah China memiliki 3 atribut sesuai dengan teori stakeholder milik Ronald K Mitchell. Pertama, pemerintah memiliki kedaulatan
untuk mempengaruhi dan mengendalikan CNPC. Seluruh senior manajer tunduk dan
kesemuanya dipandang sebagai pejabat daripada pengusaha. Seringkali presiden
CNPC memiliki kedudukan setingkat menteri karena biasanya menteri dari kementerian
minyak ditunjuk sebagai presiden CNPC.
Atribut stakeholder yang lain juga dimiliki oleh pemerintah. Legitimasi
merupakan atribat terkuat pemerintah. Pada saat itu, pemerintah mengakui bahwa
pembentukan CNPC ditujukan untuk menciptakan masyarakat komunal yang mana
setiap orang disetarakan dan dibayar oleh kebutuhan yang pada akhirnya
ditujukan pembangunan masyarakat. Pada awal 1980, persepsi yang demikian
diterima oleh masyarakat luas. Ditambah dengan kegiatan CNPC yang sebagian
besar mengambil alih tanggung jawab sosial pemerintah kepada masyarakat,
memungkinkan CNPC dipandang sebagai organisasi pemerintah daripada perusahaan
murni yang bertujuan untuk memaksimalkan saham stakeholder lain.
Kesimpulannya, pada tahun operasi
1988-1998 pemerintah sebagai stakeholder paling
menentukan bagi CNPC. Pada kenyataannya, pemerintah sebagai stakeholder penting mempengaruhi CNPC.
Selama periode 1988-1998, seluruh keputusan diambil berdasarkan himbauan
pemerintah. Hal inilah yang mengakibatkan, sebelum tahun 1988, CNPC tidak cukup
kompetitif bersaing dengan perusahaan minyak asing (NOCs, National Oil Corporations dan IOCs, International oil Corporations). Di mata asing, CNPC bukan
merupakan perusahaan ,tetapi sebagai perpanjangan tangan maupun tujuan-tujuan
pemerintah. Pemerintah sendiri memiliki banyak badan pengelola kebijakan
keamanan energi pada bagian suplai yakni State
Development Planning Commision (SDPC) pada Maret 2003 berganti nama menjadi
National Development and Reform Commision (NDRC), State Economic and Trade Commission (SETC), Ministry of Foreign Affairs (MF) dan militer. Stakeholder yang kurang berpengaruh dalam CNPC ialah institusi
penelitian kebijakan luar negeri dan ekonomi, akademisi, dan media.[11]
Tabel 1.1
Perusahaan China Dalam Sektor Gas dan Minyak
Berdasarkan tabel diatas, perusahaan CNPC
menduduki posisi paling atas dibandingkan perusahaan lainnya, dimana CNPC
mengungguli US$ 97,700 total asset, dan 1,000,000 employess pada tahun 1988.
b.
Stakeholder dalam CNPC (1998-2003)
China diterima menjadi anggota WTO (World Trade Organization) pada tahun
2001. Keanggotaan China di WTO menandai momentum awal perubahan operasi CNPC.
Perekonomian China dan sektor energi terhadap berbagai kerjasama dan negosiasi
multilateral yang lebih luas daripada tahun-tahun sebelumnya. CNPC menghadapi
lebih banyak tantangan dan kompetisi dengan perusahaan minyak asing seperti
British Petroleum (BP), Royal Dutch Shell, dan Exxonmobil.
CNPC kemudian didukung oleh
pemerintah pusat untuk mulai menerapkan kebijakan yang ditujukan untuk
meningkatkan efesiensi dan nilai ekonomi perusahaan. Kebijakan ini sering
dikenal dengan nama kebijakan reformasi dan restrukturisasi CNPC. Implementasi
reformasi dan restrukturisasi ialah “downsizing”.[12]
Dalam proses “downsizing”, tiga ratus ribu karyawan CNPC, hampir seperempat
dari total karyawan yang bekerja di CNPC.
Sebagian bagian dari reformasi dan
restrukturisasi, CNPC lalu mendirikan cabang baru, PetroChina. Prinsip
pendirinya adalah untuk mengadopsi sistem perdagangan dan pertukaran saham internasional.
hal ini bertujuan membuat PetroChina lebih populer secara internasional
daripada perusahaan induknya, CNPC. Dengan demikian, kapital CNPC dapat
bersaing dengan perusahaan minyak asing secara global.
Dampak fenomenal kebijakan
“downsizing” merupakan bukti terdapat stakeholder
lain yang sifatnya berbahaya, atau dangerous
stakeholder, yakni karyawan CNPC. Karyawan yang dipecat kesulitan untuk
mempertahankan kehidupan mereka sehingga memicu kerusuhan sosial yang meluas
dengan cepat. Akan tetapi, kerusuhan ini selesai atas bantuan pemerintah pusat
yang menawarkan paket solusi pada mereka.
Meskipun kerjasama China dengan
aktor eksternal lebih luas sejak diterimanya China sebagai anggota WTO, peran
pemerintah pusat dalam pengelolaan CNPC tetap kuat. Sebagaimana pemerintah
pusat berhasil menekan kerusuhan akibat kebijakan “downsizing” CNPC.
c. Stakeholder
dalam CNPC (2003-2005)
Berkaca dari keberhasilan yang tidak
terduga dalam pasar saham Hongkong dan New York, CNPC berniat untuk mengejar
keuntungan ekonomis perusahaan lebih besar. Salah satunya ialah meningkatkan
kepercayaan investor. Akan tetapi ledakan sumur gas di Kai wilayah kota Cong
King[13]
pada 23 Desember 2003 menjadi bukti bahwa CNPC mengabaikan tanggung jawab
sosialnya dan terlalu fokus pada maksimalisasi nilai ekonomis perusahaan.
Bertujuan untuk meningkatkan keuntungan kompetitif, CNPC menggalakan kampanye
untuk mengurangi biaya produksi yang dampaknya keselamatan kerja dan tanggung
jawab sosial jadi terabaikan
CNPC mulai berorientasi untuk
memaksimalkan nilai ekonomis perusahaan. Walaupun demikian, pemerintah tetap
menjadi stakeholder krusial dan kuat
bagi CNPC. Dalam kerangka kepemilikan saham, sebesar 90%[14]
saham CNPC dan PetroChina dimiliki oleh pemerintah.[15]
Dalam kerangka “power”, legitimasi, dan urgensi, pemerintah memegang pengaruh
determinan dan kontrol terhadap aspek-aspek pengambilan keputusan tertinggi
CNPC yakni penerbitan persetujuan investasi CNPC, menetapkan harga minyak
domestik, dan perpajakan.
d.
Perkembangan CNPC Tahun 2010
Seiring
berjalannya waktu, permintaan minyak dunia di tahun 2010 meningkat 3.1% per
tahun menjadi 87.382 juta barel per hari, malampaui puncak tahun 2007. Naiknya
permintaan diikuti oleh naiknya harga. Raksasa minyak, PetroChina berada
diperingkat keempat dari daftar 250 perusahaan top energi dunia. Dengan
demikian PetroChina menjadi perusahaan pertama yang masuk dalam jajaran 5
besar. Aset PetroChina meningkat hampir lima kali ke 225 miliar USD di tahun
2010 dari hanya 52 milyar USD 10 tahun sebelumnya yang masih berada di
peringkat 12 saat itu. Pendapatan meningkat 7.5 kali dalam periode yang sama.
Hal tersebut sangat berdampak positif bagi laju perekonomian China.[16]
Bahkan pada tahun 2012 perusahaan China ini akan memperluas jaringan di sekitar
Kawasan Asia Pasifik dan sekitarnya.
1.3.2 Dinamika
Masuknya CNPC (China National Petroleum Corporation) di
Myanmar
Kepentingan China di Myanmar
seiring perjalanannya mengalami perkembangan, tidak
hanya Myanmar yang membutuhkan bantuan China namun juga sebaliknya China pun
membutuhkan Myanmar untuk kepentingannya. Strategic
Interest antara China dengan Myanmar tidak hanya terpaku pada perdagangan
senjata, namun China membutuhkan Myanmar sebagai jalur pipa gas dan minyak dari
kilang minyak lepas pantai milik Myanmar. Hubungan kerjasama dalam pembangunan
jalur pipa ini telah dimulai sejak tahun 2004. Kerjasama berupa kontrak
pembelian gas minyak dan alam dari Myanmar ke China melalui perusahaan Myanmar Oil and gas Enterprise (
MOGE) dan China Petro dan China
National Petroleum Corporation (CNPC) akan berlangsung selama 30 tahun.
CNPC akan berperan sebagai pelaksana utama proyek kerjasama ini .
China National petroleum Corporation (CNPC) dan
Menteri Energi Myanmar, berdasarkan dalam perjanjian awal, telah menandatangani
MoU untuk membangun jalur pipa minyak yang akan bertanggung jawab untuk
mendesign, construction, operation
dan management line.[17] CNPC akan memulai
proyeknya dari pesisir pantai barat pelabuhan Kyaukryu, Myanmar, jalan masuk ke
China di Ruili dan kemudian memperpanjang sampai ke ujungnya di kota Kunming,
Ibukota Provinsi Yunnan. Sebelum adanya perjanjian tersebut, pengeksplorasian China
di Myanmar hanya membantu Myanmar Oil
& Gas Enterprise dalam eksplorasi di Myanmar. Namun, setelah adanya
perjanjian tersebut China memegang 50% hasil dari eksplorasi di Myanmar dan
tempat pengeksplorasian semakin bertambah.[18]
Sementara
itu, CNPC juga akan membuat penampungan minyak yang akan di bangun di Myanmar
pada tahun 2010, sementara pembangunan pipa minyak dan gas akan dimulai pada
bulan September. Dalam perjanjian tersebut CNPC memegang 50.9%.[19] Dengan adanya perjanjian
tersebut, China akan memiliki sumber daya alam (minyak dan gas) Myanmar dan
dapat mengeksplorasi kekayaan alam tersebut karena CNPC memegang 50% lebih
dalam pembagian hasil dari kekayaan alam tersebut. CNPC sendiri memiliki hak
untuk mengendalikan sistem operasi pengelolaan minyak dan gas.Saluran pipa
minyak tersebut juga akan memperpendek jarak pengiriman dari impor minyak ke
Timur Tengah dan Afrika dengan jarak 1.200 km, dengan mengurangi waktu
transport dan meningkatkan keamanan energi di China dengan menghindari jalur
Selat Malaka yang dinilai rawan.
Gambar diatas, menunjukan bahwa
rute perjalanan perusahaan CNPC yang sepakat untuk membangun pipa gas dan minyak bumi secara
pararel yang akan dimulai dari kilang minyak lepas pantai Shwe field di wilayah
Kyaukphyu, Myanmar dan berakhir di Kunming China. Rute jalur pipa sepanjang
2.806 KM yang memotong antara wilayah Myanmar ke wilayah China, melewati kota
seperti Mandalay, Lashio, dan Muse di Myanmar dan masuk ke wilayah China
melalui kota Rulli di wilayah provinsi Yunan, China. Rute pipa di China akan
melewati kota seperti Kunming, Guizhou dan Guangxi di wilayah China. Kapasitas
pipa sebesar 12 juta kubik minyak mentah pertahun ini menghabiskan biaya lebih
dari 2,5 juta dollar Amerika. Jalur pipa ini akan mengubah rute impor minyak
mentah China dari Timur Tengah dan Afrika serta menghindari “kemacetan” melalui
Selat Malaka. China akan mulai mendapatkan atau menerima pasokan minyak dan gas
ini pada bulan April 2013. Disamping itu pula perdagangan antara kedua negara
tersebut mengalami kenaikan pada tahun 1990-an, setelah kunjungan Li Peng ke
Myanmar dalam hal meningkatkan hubungan persaudaraan antara kedua negara (baobo qingyi).[20]
Berikut ini merupakan daftar perdagangan eksport import Myanmar dengan China
sejak tahin 1999.
Tabel 1.1 CNPC External Trade 1999 (US$10.000)
Countries
|
Total
Import/Export
|
%
of Total Trade
|
Myanmar
|
29952
|
18.05
|
Japan
|
13467
|
8.11
|
US
|
12836
|
7.73
|
Australia
|
6613
|
3.98
|
South
Korea
|
4190
|
2.52
|
Source;
Yunnan Yearbook 2000, Editorial Departement, Yunnan Nianjian 2000of Yunnan
Yearbook, hlm.267.
Dari tabel
diatas tersebut, dapat disimpulkan bahwa perdagangan CNPC dengan Myanmar sangat
besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Inilah yang membuat China
ingin terus meningkatkan kerjasama ekonominya. Namun kepentingan China tersebut
sangat kontroversial dengan apa yang dilakukan China selama ini terhadap
masyarakat Myanmar, dimana terdapat pelanggaran HAM yang terkait dengan
konstruksi pipa dari pantai barat Burma menuju provinsi Yunnan di China. Bahkan
pada bulan Maret 2012 lalu, puluhan pengunjuk rasa berkumpul di luar konsulat
China untuk menuntut diakhirinya proyek jalur pipa gas tersebut. Proyek
tersebut pada kenyataannya telah menyebabkan ribuan warga Myanmar mengungsi.
Kepentingan strategis CNPC yang dimiliki China, pada
kenyataannya menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan terhadap warga
Myanmar. Dampak negatif ini harus dapat dipertimbangkan dan diperhitungkan saat
mengevaluasi dampak minyak terhadap pembangunan dan kemiskinan. Tindakan
pemerintah Myanmar dan perusahaan CNPC dalam merespons dan menanggulangi dampak
negatif ini harus dikritisi dan dianalisis. Karena minyak merupakan sumber daya
alam yang bisa memberikan keuntungan finansial kepada komunitas lokal bila
dikelola secara transparan dan seimbang. Karenanya, keuntungan itu harus
dilihat dalam konteks potensial sosial minyak dan konsekuensi lingkungannnya
bagi komunitas itu sendiri. Ilustrasi yang menggambarkan kondisi Myanmar
merupakan potret dari dampak negatif masuknya perusahaan asing atas perdagangan
bilateral di bidang ekonomi maupun militer, salah satunya terkait dengan jalur
pipa gas dan minyak yang terdapat di wilayah Myanmar.
Hampir semua gas milik Myanmar telah diekspor untuk
menghasilkan listrik di China yang mengakibatkan 75% penduduk Myanmar tidak
menerima listrik sama sekali. Selain itu, tentara militer Myanmar telah
melakukan kekerasan terbuka terhadap sekelompok penduduk Myanmar untuk
melakukan penyitaan paksa ribuan hektar lahan pertanian di sekitar kawasan
bagian Arakan dan Shan untuk
membersihkan jalan jalur pipa dan infrastruktur terkait proyek China
tersebut. Bahkan kehidupan keluarga nelayan lokal di bagian Arakan telah hancur
karena pembangunan infrastruktur lepas pantai untuk proyek ini. Sehingga tidak
menutup kemungkinan konflik bersenjata akan berlangsung di negeri Myanmar
akibat konstruksi pembangunan jalur pipa milik perusahaan China.[21]
Proyek pipa gas
dan minyak kedua negara tersebut telah menimbulkan pelanggaran serius menurut
undang-undang Myanmar. Ketegangan-ketegangan sepertinya semakin meningkatkan
kemajuan dari konstruksi jalur pipa tersebut, bahkan masyarakat lokal Myanmar menghadapi penolakan
dalam mengakses lahan dan mata pencaharian mereka. Begitu pula dengan jalur
pipa gas yang cukup menjangkau area panjang yang dipengaruhi oleh etnis-etnis
yang terkena dampak pemerkosaan dan konflik internal.[22]
Sampai sekarang, telah terjadi penyiksaan di lahan yang ditempati oleh
sekelompok etnis, kompensasi yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan mereka,
dan pelanggaran-pelanggaran yang tidak lazim mulai dikaitkan pada proyek
pembangunan ini. Penyelewengan serius
lainnya juga telah terekam, seperti
pelecehan seksual dan intimidasi oleh tentara militer. Bahkan penahanan
sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap
tenaga kerja atau buruh kerap dilakukan demi memperlancar proyek tersebut. [23] Disamping
itu, beberapa mahasiswa Myanmar kerap kali di tangkap dan di intograsi karena
selalu melakukan perlawanan akibat konstruksi proyek tersebut. Pemuda lokal setempat telah ditangkap tiga
kali di desa tersebut berikut dengan keluarga nya. Contoh lainnya pada tahun
2009, pihak oposisi atau sekelompok etnik Myanmar disiksa dan dipaksa untuk mengikuti
partisispasinya dalam pertemuan diskusi terkait proyek China di Myanmar.
“Mata
saya ditutup dengan kain selama 4 hari oleh militer Burma. Selama 4 hari
tersebut saya tidak dapat melihat apapun. Saya dipukuli tanpa henti. Mereka
bertanya pada saya banyak hal. Mereka pun memukuli saya dengan sangat keras. Kadang-kadang
mereka datang untuk menampar dan meninju saya dengan keras sekali. Mereka tidak
berkata apapun, selain memukuli saya. Terkadang saya lelah bahkan saya tidak
dapat tidur dan beberapa tentara memberi tahu saya, kalau saya dapat tidur
hanya beberap menit saja. Selanjutnya mereka akan membangunkan saya dengan
kembali memukuli saya.” (Sumber:
Interview di Myanmar 05-03-2010).
1.3.3 Dampak dari
kepentingan strategis CNPC (China
National Petroleum Corporation) di Myanmar dilihat dari sudut pandang
prinsip-prinsip HAM PBB
a.
Dampak Terhadap
Mata Pencaharian, Hak-hak Anak dan Pekerja Buruh Wanita
Jalur pipa kedua
negara tersebut telah menyebabkan praktek kekerasan yang kejam sehingga dapat
dikatakan menyalahi prinsip-prinsip HAM PBB atau norma hukum internasional
terkait dengan hak-hak asasi manusia karena terjadinya pemerkosaan di wilayah
domestik. Dibawah hukum domestik Burma, jenis sengketa lahan yang telah
dirampas pun tidak diberikan perlindungan hukum dan tidak diberikan kompensasi,
dari pihak yang terkait atas proyek tersebut. Jika dikaitkan dengan Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM), dimana disitu tertera tidak
diperbolehkan siapapun merampas tempat masyarakat pribumi tanpa terlebih dahulu
diberitahu terhadap yang bersangkutan.[24]
Disamping itu, pemerintahan
Myanmar juga telah gagal dalam menjelaskan proses kompensasi terhadap
masyarakat yang terkena dampak proyek pipa gas dan minyak di daerah perbatasan.
Proses proyek tersebut telah memunculkan korupsi atau penyelewengan dana yang
terus menerus, sementara penduduk Myanmar tidak diberikan sedikitpun hasil dari
perdagangan kedua negara tersebut. Beberapa penduduk telah menyatakan bahwa
mereka telah menerima pesan dari perusahaan minyak tersebut mengenai lamanya
lahan mereka akan tetap disita.
Banyak penduduk
lokal yang mengalami dampak akibat konstruksi pipa tersebut dan kehilangan
lahan mereka yang mana lahan tersebut merupakan mata pencaharian satu-satunya
yang mereka miliki. Diperkirakan lebih dari 200 hektar lahan pertanian telah
disita oleh otoritas Burma dari penduduk lokal untuk kegiatan eksplorasi. Praktek
penyitaan lahan yang kejam ini memengimplikasikan hak-hak yang dilindungi
dibawah Konvensi Hak-Hak Anak dan Konvensi Terhadap Diskriminasi Perempuan. Sebetulnya
Burma itu sendiri telah meratifikasi kedua konvensi tersebut. Konvensi Anak yang
mensyaratkan pihak negara untuk melakukan langkah-langkah yang tepat untuk
membantu keluarga-keluarga dengan memberikan kehidupan yang layak terhadap
mental anak, lahiriah, spiritual, moral dan pembangunan sosial. Termasuk
hal-hal yang menyangkut dengan sandang, pangan dan papan yang harus terpenuhi
oleh pihak negara. CEDAW mensyaratkan negara untuk mempertimbangkan
masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh perempuan pedesaan dan negara
menjamin hak-hak terhadap perempuan . Proyek pipa gas dan minyak sangat
berkaitan dengan perlindungan hak-hak yang diberikan pada masyarakat sekitar yang
dapat dianggap penting.[25]
Dalam banyak
percakapan dengan penduduk desa yang dilakukan oleh salah satu lembaga
kemanusiaan, diantaranya mereka menyatakan bahwa penduduk desa menghadapi
keputusasaan dalam menghadapi penyitaan yang dilakukan perusahaan China tersebut
dan tentara Myanmar.[26]
Mereka tidak memiliki kemampuan atau kesempatan untuk terlibat dalam pekerjaan
lainnya. Salah satu percakapan mereka, ”kita
semua akan kehilangan mata pencaharian kita, saya sekarang sudah tua, kita
tidak dapat bekerja di perusahaan tersebut, saya tidak meinginginkan keponakan
saya dapat bekerja disana. Mereka juga tidak menginginkan buruh-buruh wanita
bekerja disana, saya saat ini tidak cukup memiliki beras untuk keluarga saya,
saya khawatir terhadap kesehatan keluarga saya. Saya memiliki anak, dan mereka
belajar untuk masa depannya.” Tidak ada satupun penduduk disini yang
menerima bantuan dari perusahaan atau otoritas Burma.
Dari ilustrasi
tersebut, menandakan bahwa kerusakan lingkungan dan sosial serta pelanggaran
hak asasi manusia (HAM ) merupakan bagian dari ketidaktelitian perusahaan
minyak internasional dalam melakukan langkah-langkah yang memadai terhadap
komunitas lokal yang menjadi miskin oleh operasi mereka. Komunitas lokal
menjadi putus asa karena tidak memperoleh keuntungan, terkadang karena
kerusakan lingkungan, penduduk lokal mengekspresikannya dalam bentuk
pemberontakan terhadap perusahaan dan pemerintah. Tapi, respon yang didapatkan
berbanding terbalik dari apa yang diharapkan, dimana seringkali mereka
(perusahaan dan pemerintah) melakukan pelanggaran HAM atas aksi pemberontakan
oleh sekelompok penduduk.
b.
Tenaga Kerja
Paksa
Burma telah
meratifikasi Konvensi Tentang Hak-hak Tenaga Kerja, yang mana disitu tertera
bahwa negara tidak memberikan beban atau memperdaya mereka yang bekerja tetapi
berkewajiban memberikan perlindungan dan keuntungan setiap individu yang
bekerja. Burma secara langsung bertanggung jawab atas orang-orang yang bekerja
di perusahaan asing yang berada di dalam negeri Burma itu sendiri.
Meskipun
terdapat aturan yang mengikat atas larangan-larang yang telah diatur dalam
undang-undang perburuhan, namun tentara Burma tetap menggunakan kerja paksa
terhadap buruh-buruh tersebut dalam melancarkan proyek pipa gas dan minyak.
Lembaga kemanusiaan menerima laporan bahwa tentara-tentara Burma di daerah
kontruksi pipa memaksa penduduk-penduk desa untuk ikut serta dalam pasukan
pemadam kebakaran dan milisi lokal. Salah satu penduduk menjelaskan, seorang
pria dari tiap rumah dipaksa untuk melakukan latihan milisi. “Kita tidak menginginkan pekerjaan ini untuk
keluarga kita. Tetapi mereka akan menekan kita jika kita tidak ikut bergabung
dalam pelatihan ini.”
Disamping itu,
tentara Burma mempergunakan penduduk lokal untuk bekerja dalam konstruksi
klinik kesehatan yang merupakan bagian dari program sosial-ekonomi perusahaan
tersebut. Penduduk desa yang bekerja dalam konstruksi tersebut sebelumnya tidak
dikonsultasikan atau diberitahu terlebih dahulu. Hal ini sangat merugikan
tenaga kerja, dimana terdapat hak-hak buruh untuk dapat bekerja sesuai dengan
keinginannya. Sehingga tidak menutup kemungkinan ,hal ini akan menjadi
perhatian dunia internasional salah satunya International
Labour Organization (ILO).
c.
Dampak Terhadap
Ekonomi, Sosial dan Budaya
Kehadiran
tentara Myanmar yang dihubungkan dengan proyek jalur pipa gas dan minyak telah
melakukan penyitaan terhadap kekayaan milik penduduk lokal dan menelususri
terhadap aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang sekitar proyek
penambangan. Penduduk lokal telah menyampaikan bahwa komandan angkatan laut
melarang mereka untuk melakukan perjalanan jauh dan dibatasinya akses terhadap
penangkapan ikan yang mana merupakan bagian dari mata pencaharian mereka.
Selain itu, tentara militer telah menyita perlengkapan memancing dan
peternakan, tanpa memberikan ganti rugi. Komandan angkatan laut pun menuntut
pembayaran uang terhadap nelayan ,karena telah meletakan perahu mereka di laut.[27]
Salah satu nelayan menyatakan, “memancing
adalah pekerjaan tradisional untuk keberlangsungan hidup keluarga saya. Maka
dari itu, saya tidak dapat memilki uang, karena mata pencaharian saya hanyalah
dari hasil memancing. Bahkan mereka secara sistematik membinasakan kota yang
kami miliki, tanpa ada tanggung jawab dari pihak perusahaan maupun pemerintah”[28]
Myanmar pada dasarnya memiliki 100 penduduk asli,
dengan bahasa dan dialek yang unik. Proyek pipa tersebut telah memotong
wilayah-wilayah yang penduduk tempati, salah satunya wilayah Arakan dan Shan.
Dalam percakapan etnis Arakan, mereka mengungkapkan ketidakmampuan mereka untuk
menolak kehadiran proyek yang dimiliki perusahaan asing tersebut. Bahkan mereka
kerapkali diperintah untuk meninggalkan tanah yang mereka tempati. Jika pihak
perusahaan dan pemerintah Myanmar memerintahkan mereka untuk pindah, maka
mereka meninggalkannya dengan keterpaksaan. Mereka mengatakan bahwa “kita tidak bisa menolak perintah mereka.
Kita harus mengikuti kemauan mereka, karena mereka sangat berkuasa.”[29]
Dalam laporan
penduduk sekitar pun menyatakan,bahwa tanah
mereka telah dirampas untuk proyek pipa gas ini. Mereka tidak memiliki
kesempatan untuk menolak, bahkan mereka tidak diberitahukan ketika mereka harus
mendapat pembayaran dari lahan milik mereka. Perusahaan CNPC tidak bertanggung
jawab dan mereka pergi meninggalkan kota tersebut, tanpa memberikan pembayaran
yang semsetinya didapatkan oleh warga Myanmar.[30]
d.
Kebutuhan
Listrik Warga Myanmar Terabaikan
Warga Myanmar saat ini menghadapi
krisis terhadap kebutuhan listrik. Puluhan jutaan warga Myanmar tidak
berlistrik. Desa Kya-oh terletak pada sebuah ladang yang kaya akan minyak di
Myanmar tidak terhubung ke jaringan listrik nasional. Begitu pula dengan ratusan
desa miskin lainnya mengalami hal serupa. Keprihatinan atas power supply
dan investasi masa depan telah diperburuk oleh scrapping dari proyek listrik
milik China. Konsumsi listrik di Myanmar, hanya mampu melayani 25 persen dari
populasi penduduknya. Ini merupakan yang terendah di dunia, rata-rata 104
kilowatt per jam per orang. Presentasi itu, mendekati sama dengan
Republik Demokratik Kongo dan Nepal, demikian menurut data Bank Dunia dan
Bank Pembangunan Asia. Myanmar merupakan negara terbesar di Asia Tenggara,
merencanakan 48 proyek pembangkit listrik. Dari jumlah itu, 45 di
antaranya adalah untuk stasiun tenaga air, yang akan meningkatkan kapasitas
terpasang lebih dari 14 kali untuk 36.635 megawatt. Tetapi banyak dari
proyek-proyek bendungan China dengan anggaran USD 3.600.000.000 yang
merupakan proyek listrik tenaga air terbesar Myanmar mulai dipertanyaan
keberadaannya. Hubungan China dengan Myanmar mengalami ketegangan, sejak
meningkatkan keprihatinan atas investasi masa depan dari mitra dagang kedua
negara tersebut. Perusahaan China, termasuk milik negara China akan membangun
setidaknya 33 dari 45 stasiun tenaga air yang direncanakan.[31]
1.4 Penutup
Kesimpulan
Kepentingan strategis China di Myanmar
memiliki tujuan yang kuat dalam hal membangun kerjasama yang solid. Salah
satunya dengan melakukan perluasan ekonomi dan persenjataan dengan Myanmar.
Namun seiring berjalannya waktu, kepentingan perusahaan CNPC yang dimiliki
China telah melakukan kekerasan terhadap warga Myanmar dimana prinsip-prinsip
HAM PBB telang dilanggar oleh masing-masing pihak yang bertanggung jawab dalam
proyek tersebut. Beberapa hak-hak yang dilindungi, yaitu, Hak atas kerja, hak
hak atas jaminan sosial, hak perlindungan bagi keluarga, hak atas standar hidup
yang layak,termasuk hak atas sandang ,pangan dan papan, hak atas
kesehatan,pendidikan dan kebudayaan, telah dilanggar oleh tentara Myanmar demi
melancarkan proyek tersebut. Dal hal ini pemerintahan Myanmar telah gagal dalam
melindungi dan mensejahterakan warganya. Begitupun dengan kedudukan perusahaan
asing (CNPC) tidak memiliki tanggung jawab terhadap isu pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh tentara Myanmar.
Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan CNPC
melahirkan dampak negatif bagi masyarakat Myanmar, baik secara sosial, ekonomi,
budaya dan lingkungannya. Bahkan kompensasi untuk ganti rugi relokasi tanah,
sama sekali tidak didapatkan oleh rakyat, namun yang ada berupa penyiksaan dan
kekerasan lainnya, yang menimbulkan cacat fisik dan jiwanya. Kegiatan CNPC diprediksi
masih akan berlanjut, karena CNPC pada tahun 2009 lalu telah menandatangani
sebuah Memorandum of Understanding
(MoU) dengan pihak perusahaan Daewoo milik Myanmar untuk mengimport gas dan
minyak yang dimulai pada tahun 2012 sampai 20-30 tahun mendatang. Kepentingan
strategis China di Myanmar akan tetap berlanjut, bahkan setelah terjadinya reformasi
politik pada tahun 2011 di Myanmar, tidak menyurutkan China untuk berhenti
bekerjasama dengan negeri terkaya akan sumber daya alam se Asia Tenggara
tersebut. Diharapkan dengan kepentingan China di Myanmar ini, dapat merubah
struktur kebijakan pemerintah baru ini agar dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat sekitar dan menghindari pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh
tentara Myanmar. Seandainya tahun 2012 sampai kontrak kerja sama dengan China
ini tetap terjadi aksi pelanggaran HAM, maka sudah sepatutnya Organisasi
Internasional (PBB) mulai turun tangan dan bersikap tegas dalam menyikapi
persoalan tersebut.
Saran
Pihak Pemerintah Burma:
·
Pemerintah harus
bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran HAM
·
Mengadopsi dan menegakkan
hukum yang menimbulkan dampak lingkungan, sosial dan hak asasi manusia
·
Mengadopsi dan menegakan
hukum yang membutuhkan sebuah transparansi pembayaran dari pertambangan minyak
dan gas yang dilakukan perusahaan CNPC
·
Mengadopsi dan menegakkan
hukum untuk memastikan proses penyitaan lahan penduduk dengan kompensasi yang
adil.
·
Transparansi dalam hal
proyek industri dan penyertaan masyarakat sipil yang bebas dan adil
·
Meratifikasi Konvensi PBB
dalam rangka melawan korupsi yang ditandatangani oleh Myanmar itu sendiri
·
Memberlakukan moratorium
pembangunan di proyek gas,pertambangan minyak,dan sektor listrik&tenaga
air.
Referensi
Buku
dan Jurnal
F. Sugeng Istanto. 1998. Hukum Internasional. Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta
Gunawan
et al. 2007. Tentang TNC dan HAM,
Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS). Yogyakarta
Jurnal
.2008. The Burma-China Pipelines: Human
Rights Violations, Applicable Law, and Revenue Secrecy, EarthRights
International, situatuion Briefer No.1
Pak
K.Lee. 2008. China’s “Realpolitic”
Engagement with Myanmar, China Security, Vol.5 No. 1, World Security
Institute.
Quansheng
Zhao. 1996. Interpreting Chinese Foreign
Policy, The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press,
Yoshikazu
Kobayashi.2008. Chinese NOC’s Corporate
Strategies, The Institute of Energy Economics . Jepang
Website dan Koran
http://www. earthrights. org/
pubs/TotaldenialContinues.pdf
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gambar.
Saluran pipa milik CNPC di Myanmar
Gambar:
Pasukan Penjaga Tentara Myanmar divisi 88, yang berada di dekat rute jalur pipa
gas, Burma (26 Desember 2010)
Gambar: pengungsi warga Myanmar akibat konstruksi proyek pipa dan gas
milik perusahaan CNPC
[1] Earth Rights International, Total Denial
Continues (May 2000); 62 diakses pada http://www. earthrights. org/ pubs/TotaldenialContinues.pdf
[2]
Ibid.
[3]
Sejak lama China mempunyai kepentingan di kawasan Asia Pasifik di bidang
politik, ekonomi serta strategi. Karena kpentingan ini, Cina selalu memasukan
perkembangan-perkembangan yang terjadi di kawasan Asia ke dalam
perhitungan-perhitungan luar negerinya.
[4]
Myanmar dan China Jalin Kerjasama,
Rabu 10 Maret 2010, diakses pada www.surabayapagi.com
[5]
Berita ANTARA “Myanmar akan buka satu
kawasan perdagangan perbatasan lagi dengan Thailand”, Edisi tanggal 13
Maret 2012
[6]
F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional,
Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 1998,
hlm.77
[7]
Gunawan et al ,Tentang TNC dan HAM,
Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS),Yogyakarta 13-15
November 2007,hal 4.
[8]
Secretry-General, Human rights questions;
human rights questions, including alternative approaches for improving the
effective enjoyment of human rights and fundamental freedoms, the right to
food, United nations general Assembly, A/57/35627 Agusust 2002. Dikutip
dari Gunawan et al ,Tentang TNC dan HAM,
Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS),Yogyakarta 13-15
November 2007.
[9]
China National Petroleum Corporation 2007, CNPC History: Major Events, diakses
pada tanggal 28 April 2012, http://www.cnpc.com.cn/eng/company/presentation/history/MajorEvents/2007.htm
[10]
Yoshikazu Kobayashi, Chinese NOC’s
Corporate Strategies, The Institute of Energy Economics, 17 september 2008,
Jepang. Hal 10.
[11]
Fareed Mohamedi 92009), China: a new
model in overseas oil strategy, diakses tanggal 28 April 2012, http://www.china.org.cn/opinion/2009-09/11/content_18509242.htm
[12]
“downsizing” merupakan salah satu kebijakan restrukturisasi CNPC demi mencapai
efesiensi dan peningkatan nilai ekonomi perusahaan, meningkatkan modal, dan
menarik investor asing.
[13]
Ledakan ini menewaskan 243 orang dan melukai beberapa ribu orang yang tinggal
di sekitar sumur gas.
[14]
Yoshikazu Kobayashi,op.cit,hal.10
[15]
Ibid., hal.10
[16]
Zhonghua Wenhua, PetroChina Masuk Lima
Besar Perusahaan Energi Dunia ,05 November 2011, dikutip pada PetroChina Joins World’s Top 5 Energy Ranks,
3 November 2011.
[17]
Perjanijian dan penandatanganan MoU antara National
Petroleum.Corp. (Perusahaan minyak dan gas nasional China (CNPC)) dan
pemerintahan junta militer Myanmar yang diwakili oleh Menteri Energi Myanmar
pada 2008 yang sebelumnya pada tahun 2001 sudah dilakukan kerjasama aksplorasi
antara China dan Myanmar, seperti pada “China dan Myanmar Menandatangani Oil
Pipeline Agreement’, yang dikutip pada http://www.migas-indonesia.com/index.php?module=article&sub=article&act-view&id=5139,
pada pukul 07.00 WIB, Tanggal 29 April 2012.
[18]
Pak K.Lee, China’s “Realpolitic”
Engagement with Myanmar, China Security, Vol.5 No. 1, 2008, World Security
Institute, hlm.102.
[19]
Wan Zhihong, Yunnan to build new gas
pipeline, China Daily, November 19,2008, http://www.chinadaily.com.cn/regional/2008-11/19/content_7219714.htm,
seperti dalam tulisan Pak K.Lee, China’s
“Realpolitic” Engagement with Myanmar, China Security, Vol.5 No. 1, 2008,
World Security Institute, hlm.102
[20]
Quansheng Zhao, Interpreting Chinese
Foreign Policy, The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press,
1996,hlm.214.
[21]
Irawadi, Demonstran Menuntut Akhir Pipa
Gas Shwe, diterbitkan pada 02 Maret 2012
[22]
Prosedur Kriminal di Burma, Ch.V.61, terjemahan oleh Ahli Hukum Burma, diakses
pada http://www.blc-burma.org/html/Criminal%20
pada tanggal 28 April 2012
[23]
Interview, 05-01-2010 di Kyaukpyu, Burma. Terdapat pada Jurnal The Burma-China Pipelines: Human Rights
Violations, Applicable Law, and Revenue Secrecy, EarthRights International,
situatuion Briefer No.1 March 2011, hal 7.
[24]
Konvensi Hak-hak Anak, hal 27, dikutip pada http://www2.ohchr.org/english/law/crc.htm.
Tanggal 28 April 2012
[25]
Kovensi Terhadap Diskriminasi Perempuan ,hal.14 dikutip pada http://www2.ohchr.org/english/law/cedaw.htm.
Tanggal 28 April 2012
[26]
Interview
02-01-2010 di perbatasan Bangladesh-Burma; Interview 02-07-2010 di
Kyaukpyu ,Burma; Interview 07-09-2010 di
Yenangyaung , Burma. Op.cit hal 8.
[27]
Interview 04-08-2010, in Kyaukpyu ,Burma. Op.cit,
hal 12.
[28]
Interview 05-01-2010, on the Bangladesh-Burma. Ibid,.
[29]
Interview 05-04-2010 in Kyaukpyu, Burma. Ibid.,
[30]
Interview 07-01-2010 in Magway, Burma, Ibid.,
[31]
www.indonesiarayanews.com Puluhan Jutaan
Warga Myanmar Belum Terselesaikan, tanggal 17 April 2012, diakses pada
tanggal 29 April 2012.